✔ Cara Menyusun Instrumen Pengawasan Sekolah


A. Pengertian dan Prinsip

Instrumen pengawasan sekolah merupakan perangkat yang digunakan oleh  pengawas sekolah/supervisor untuk  mengumpulkan data  (aspek pengawasan manajerial) ,dan  mengidentifikasi profil kemampuan guru dalam pembuatan rencana,  pelaksanaan pembelajaran dan  penilaian pembelajaran (aspek pengawasan akademk) .  Untuk memperoleh hasil pelaksanaan pengawasan yang lebih baik, penyusunan instrumen pengawasan/supervisi harus didasarkan pada prinsip-prinsip:

1. Komprehensif, instrument harus sanggup  mengambil/menangkap  seluruh objek yang diawasi/disupervisi terkait data sekolah, 8 standar nasional pendidkan,  standar kompetensi guru yang sudah ditetapkan serta mencakup seluruh kegiatan guru dalam pelaksanaan tugasnya.
2. Objektif, didasarkan atas kenyataan (data dan fakta) yang bergotong-royong sesuai dengan rambu-rambu regulasi yang berlaku, bukan hasil manipulasi atau rekayasa.
3. Praktis, gampang digunakan untuk memperoleh data sesuai dengan yang standar. Untuk itu harus diperhatikan bahasa, substansi yang merujuk pada regulasi, dan petunjuk memakai instrumen.

B. Langkah-langkah Penyusunan Instrumen

Terdapat dua cara dalam membuatkan instrumen (alat ukur), yaitu:
1.  Instrumen  dikembangkan sendiri oleh pengawas sekolah
2. Instrumen dibentuk dengan cara menyadur (adaptation).

Sehubungan dengan pengembangan instrumen pengawasan sekolah, untuk mengawasi bidang-bidang garapan manajemen sekolah, seorang pengawas sanggup membuatkan sendiri instrumen pengawasannya. Di samping itu, ia pun sanggup memakai instrumen yang sudah ada, baik instrumen yang telah digunakan dalam pengawasan sekolah sebelumnya maupun berupa instrumen baku literatur yang relevan.
Langkah-langkah penyusunan instrumen. pengawasan sekolah. perlu mengikuti tahapan berikut:
1. Menentukan dilema pada bidang yang akan diawasi)
2. Menentukan variabel apa (yang diawasi)
3. Menentukan instrumen yang akan digunakan.
4. Menjabarkan berdiri setiap variabel.
5. Menyusun kisi-kisi instrumen.
6. Menulis butir-butir insrtrumen.
7. Mengkaji ulang instrumen tersebut oleh (pengawas) sendiri dan oleh jago ahli (melalui judgement).
8. Penyusunan perangkat instrumen sementara.
9. Melakukan uji coba dengan tujuan untuk mengetahui: (a) apakah instrumen itu sanggup diadministrasikan; (b) apakah setiap butir instru- men itu sanggup dan dipahami oleh subjek penelitian (pengawasan); (c) mengetahui validitas; dan (d) mengetahui reliabilitas.
10. Perbaikan instrumen sesuai hasil uji coba.
11. Penataan kembali perangkat instrumen yang terpakai untuk memper- oleh data yang akan digunakan.
Untuk membuatkan instrumen dengan prosedur pembiasaan (menyadur),, langkah-langkah yang sanggup dilakukan ialah sebagai berikut:
1. Menelaah instrumen orisinil dengan mempelajari panduan umum (manual) instrumen dan butir-butir instrumen.
Kegiatan itu dilakukan untuk memahami (a) berdiri variabel; (b) kisi-kisinya; (c) butir-butirnya; (d) cara penafsiran jawaban;
2. Menerjemahkan setiap butir instrumen ke dalam bahasa Indonesia yang dilakukan oleh dua orang secara terpisah;
3. memadukan kedua hasil terjemahan oleh keduanya;
4. menerjemahkan kembali ke dalam bahasa aslinya untuk mengetahui kebenaran penerjemahannya;
5. memperbaiki butir instrumen bila diperlukan;
6. uji pemahaman subjek terhadap butir instrumen;
7. uji validitas instrumen;
8. uji reliabilitas instrumen.

C. Jenis Instrumen Pengawasan

Instrumen yang sanggup digunakan dalam mengumpulkan data  aspek manajerial dan aspek akademik adalah: angket, observasi, wawancara, dan dokumentasi.
1. Angket

Ada dua jenis angket yaitu angket tertutup dan angket terbuka. Angket tertutup berisi sejumlah butir pertanyaan yang menghendaki tanggapan pendek, dengan alternatif tanggapan 2 atau lebih. Alternatif berupa tanggapan dalam bentuk YA atau TIDAK; a, b, c, d, e; atau 1, 2, 3, 4 dan seterusnya. Alternatif tanggapan menerangkan skala nominal sehingga angka-angka pada alternatif tanggapan merupakan kode.

Sedangkan angket terbuka biasa disebut angket tidak terbatas, sebab menghendaki tanggapan bebas dengan memakai kalimat atau kata-kata responden sendiri. Jawaban responden sangat bervariasi sebab tidak ada hukum atau rambu-rambu dalam butir pertanyaan, sangat tergantung pada pendidikan dan pengalaman responden, dan membutuhkan waktu yang relatif lebih usang daripada angket tertutup.

Contoh :
Jika sekolah ini membuka kompetensi keahlian kendaraan ringan, bagaimana pendapat Saudara? Jawabannya bisa berbeda-beda oleh responden, maka pengawas sekolah harus menyusun standar jawaban.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun angket :
a. Isi atau bahan pertanyaan diubahsuaikan dengan kemampuan ataupun pengetahuan responden.
b. Pertanyaan atau pernyataan yang dituliskan harus memakai kata dan kalimat yang gampang difahami responden.
c. Butir pertanyaan/pernyataan tidak terlalu banyak.
d. Kemasan instrumen menarik.
e. Tata letak pertanyaan/pernyataan.

Pemberian skor pada alternatif tanggapan sanggup digunakan model pisah (model semantik), skala tipe Likert atau Thurstone.

1. Skala Likert

Skala Likert paling banyak digunakan daripada yang lain, sebab dipandang lebih sederhana dan relatif lebih gampang membuatnya. Rentangan skala sanggup bervariasi antara 4 hingga dengan 7, sanggup ganjil atau genap. Pernyataan kata dalam skala mulai dari sangat oke (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS),

2. Skala Semantic Defferential

Instrumen jenis ini hampir sama dengan skala Likert, sanggup dipergunakan untuk mengumpulkan informasi wacana sikap seseorang terhadap suatu kebijakan yang diambil oleh pimpinan. Perbedaannya terletak pada alternatif tanggapan pada setiap butir pertanyaan. Pada Skala Semantic Defferential, alternatif tanggapan pada setiap butirnya diberikan dengan pertanyaan yang berbeda, tergantung pada hal yang ditanyakan.

Pernyataan dua kata diletakkan pada sebelah kiri dan kanan skala, yang  menunjukan ukuran tertinggi dan terendah dari skala. Sehingga sistem skala Semantic disebut juga dengan skala bipolar. Kelebihan instrumen jenis Semantic Defferential dibanding dengan skala Likert ialah lebih adaptif terhadap responden dan mengurangi kejenuhan dari responden.

Pengumpulan data dengan angket ini mempunyai laba dan kelemahan. Keuntungannya sanggup menjangkau responden secara luas dan dalam jumlah banyak. Kelemahannya hanya sanggup menanyakan permasalahan yang umum saja dan tidak sanggup secara mendalam. Kadang-kadang responden juga menjawab tidak sesuai dengan keadaannya, tetapi menjawab sesuai dengan norma-etika-aturan yang berlaku di masyarakat, contohnya jikalau ditanyakan wacana pelaksanaan kegiatan agama, sikap seksual, pendapatan dan lain-lain, tentu akan menjawab yang baik-baik saja. Hal inilah yang dinamai dengan social desirability bias.

3. Observasi

Pengamatan atau observasi ialah teknik pengumpulan data dengan mengamati secara pribadi bencana atau proses di lapangan. Jenis informasi yang diperoleh sanggup berupa karakteristik benda, proses interaksi benda, atau sikap insan baik interaksinya dengan benda/alat maupun interaksinya dengan insan lain.

Beberapa hal yang perlu diketahui oleh seorang observer:
a. Melakukan pengamatan secara terjadwal dan sistematis;
b. Mengetahui skenario acara yang akan diamati;
c. Mengetahui hal-hal pokok yang perlu diperhatikan/difokuskan; dan
d. Membuat/menggunakan alat bantu berupa alat pencatat dan perekam.
Dalam pengamatan, diharapkan alat untuk mencatan atau merekam bencana penting yang terjadi. Alat bantu yang digunakan dalam observasi antara lain: alat perekam, checklist, skala penilaian, dan kartu skor.

Kelebihan dari metode ini ialah pelaksana Monev sanggup mengamati secara pribadi realitas yang terjadi, sehingga sanggup memperoleh informasi yang mendalam. Namun metode ini kurang sanggup mengamati suatu fenomena yang lingkupnya lebih luas, terkait dengan keterbatasan pengamat.

4.Wawancara

Wawancara (interview) merupakan proses untuk memperoleh data dengan mengadakan tanya-jawab antara pelaksana Monev dengan responden. Dalam wawancara, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Membuat panduan wawancara biar pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan kepada responden tidak ada yang terlewatkan atau jikalau berimprovisasi tidak melenceng terlalu jauh.
b. Memperhatikan situasi dan waktu yang tepat, diubahsuaikan dengan kesempatan yang dimiliki oleh responden. Penampilan pewawancara diubahsuaikan dengan keadaan responden.
c. Pewawancara perlu bersikap netral terhadap semua jawaban.
5. Dokumentasi

Dalam kegiatan Monev, kadang kala pelaksana tidak perlu melaksanakan pengumpulan/penjaringan data secara pribadi dari responden. Untuk suatu tujuan tertentu, pelaksana pengawasan selain memakai data primer bisa memakai data sekunder. Data sekunder ini merupakan data yang telah ada, atau data yang telah dikumpulkan oleh pengawas lain ataupun hal-hal yang telah dilakukan oleh orang lain. Cara mengumpulkan data semacam ini merupakan cara pengumpulan data dengan dokumentasi.

Kelebihan metode ini sanggup menghemat waktu dan biaya yang diperlukan. Kekurangannya pengawas sekolah  hanya sanggup memperoleh data yang telah ada dan terbatas pada apa yang telah dikumpulkan. Kadang-kadang untuk sanggup memperoleh datanya terhambat oleh sistem birokrasi sehingga sanggup memakai waktu yang lebih banyak.

Pengawas sekolah dalam melaksanakan kiprah kepengawasan , kelengkapan instrumen merupakan yang sangat penting. Maka sebelum pengawas terjun kelapangan persiapan instrument yang akan digunakan sudah harus lengkap dan siap digunakan.

Belum ada Komentar untuk "✔ Cara Menyusun Instrumen Pengawasan Sekolah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel