✔ Ihwal Kewenangan Urusan Guru Ditarik Jadi Pns Pusat

Presiden Jokowi menggulirkan perihal menarik kewenangan tata kelola guru yang kini berada di pemerintah daerah, dikembalikan lagi ke pemerintah pusat.

Diketahui, dikala ini kewenangan terkait guru SD-SLTP menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Sementara, untuk guru SLTA, menjadi kewenangan pemerintah provinsi.

"Penanganan teknis, kebijakan ada di pemerintah pusat. Bisa saja nanti misalnya, perhitungan kemendikbud menyerupai apa, guru ditarik lagi ke pusat. Bisa saja dilakukan," ucap Jokowi di Karawang, Jawa Barat, Kamis (12/12).

Hal ini disampaikan Jokowi ketika bicara soal penanganan teknis abolisi ujian nasional (UN) dan diganti dengan asesmen kompetensi. Di mana selain siswa, evaluasi juga dilakukan terhadap sekolah dan guru.


Kalaupun penarikan kembali kewenangan dan tata kelola guru dari pemerintah kawasan ke pemetintah pusat, hal itu berdasarkan Presiden Jokowi, bertujuan demi kemajuan bidang pendidikan.

"Ini hanya geser anggaran dari kawasan ke pusat. Itu saja. Kalau kebijakan ini sanggup naikkan kualitas pendidikan akan kita jalani terus," tegas mantan gubernur DKI Jakarta ini. 

Kewenangan Kelola Guru Ditarik ke Pusat sebab Kepala Daerah Semaunya

Wacana urusan pengelolaan guru ditarik kembali ke pusat, bersama-sama bukan hal baru. Politisasi birokrasi, terutama guru, oleh kepala daerah, merupakan salah satu bentuk praktik buruknya pengelolaan guru oleh pemda.

Guru yang mendukung kepala kawasan di masa kampanye pilkada, dengan mudah dipromosikan naik jabatan. Sebaliknya, guru yang tidak mendukung, tiba-tiba dimutasi ke kawasan terpencil. Karena itu, Ketum Ikatan Guru Indonesia (IGI) M Ramli Rahim mendukung bila Presiden Jokowi benar-benar mau menarik kewenangan tata kelola guru di kawasan ke pusat.

“Ini bersama-sama yang sudah cukup usang digulirkan. Pelibatan guru dalam politik mudah menjadi problem utamanya dan seringkali guru-guru harus menjalani eksekusi yang bersama-sama dilakukan oleh para pimpinan kawasan tanpa dasar yang cukup. Apalagi bila dalam pilkada tersebut pimpinan kawasan berposisi sebagai petahana,” ujar Ramli Rahim kepada JPNN.com, Kamis (12/12).

Selain itu penanganan guru oleh kawasan sangat bermacam-macam sehingga menjadikan kesenjangan antara guru di satu kawasan dengan lainnya.

Contohnya, pendapatan guru honorer di DKI Jakarta yang seluruhnya sama dengan upah minimum provinsi atau lebih dari itu. Sementara di Kabupaten Maros ada yang memberi upah hanya Rp 100.000 per bulan.

Rekrutmen guru honorer yang dilakukan di kawasan juga sangat tidak terperinci sebab pemerintah sentra melarang pengangkatan honorer. Sementara di lapangan kebutuhan akan guru sangat mendesak baik sebab PNS pensiun, ditarik masuk ke structural, atau diangkat menjadi kepala sekolah atau pengawas sekolah.

"Rekrutmen guru honorer sangat tidak terperinci prosesnya sehingga kualitas terabaikan bahkan empat kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh guru sama sekali tidak terdeteksi dalam proses rekrutmen guru di daerah-daerah," bebernya.

Pengangkatan guru pun kadang sangat berlebihan meskipun semuanya berstatus non-PNS. Terkadang kebutuhan guru hanya 2 orang tapi yang diterima 5 orang.

“Bukan sebab kebutuhan sekolah tetapi sebab mengakomodir orang-orang penting kawasan yang mengajukan belum dewasa mereka menjadi honorer di sekolah-sekolah,” ungkap Ramli.

Masalah lain pendidikan kita ialah alokasi anggaran pemerintah kawasan terhadap pendidikan yang sangat minim. Tercatat enam kabupaten/kota dan satu provinsi di Indonesia yang menganggarkan APBD mereka di atas 20%

"Karena itu IGI sangat baiklah bila kewenangan guru ditarik ke sentra sehingga tak lagi terjadi saling menyalahkan antara pemda dan pemerintah pusat," pungkasnya.
Sumber : jpnn.com

Belum ada Komentar untuk "✔ Ihwal Kewenangan Urusan Guru Ditarik Jadi Pns Pusat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel