✔ Penemuan Model Pembelajaran Untuk Kurikulum 2013
Dalam implementasi kurikulum 2013, guru diharapkan bisa menentukan dan melaksanakan penemuan model pembelajaran, sehingga penerima didik mempunyai kemampuan literasi, kemampuan hidup dalam masa 21(4C) , mempunyai abjad dan kompitensi.
Di bawah ini disajikan penemuan model pembelajaran yang dikelompokkan menjadi 5 kelompok dan yaitu kelompok model pembelajaran koperatif, Model Pembelajaran Berbasis Masalah, Inquiri Terbimbing, PAKEM dan Pencapaian Ketuntasan.Tiap kelompok terdiri dari beberapa jenis model pembelajaran.
I. Model Pembelajaran Koperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan model pembelajaran dengan cara siswa berguru dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat hingga lima orang siswa dengan struktur kelompok bersifat heterogen.
Konsep heterogen di sini yaitu struktur kelompok yang mempunyai perbedaan latar belakang kemampuan akademik, perbedaan jenis kelamin, perbedaan ras dan bahkan mungkin etnisitas. Hal ini diterapkan untuk melatih siswa mendapatkan perbedaan dan bekerja dengan sahabat yang berbeda latar belakangnya.
Kelough & Kelough dalam Kasihani (2009: 16) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu taktik pembelajaran secara berkelompok, siswa berguru bersama dan saling membantu dalam menuntaskan kiprah dengan pementingan pada
A. Model Student Team Achievement Division (STAD)
Model ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Univesitas John Hopkin. Menurut Slavin (2007) model STAD ( Student Team Achievement Division) merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti. Model ini juga sangat gampang diadaptasi, telah dipakai dalam Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Teknik dan banyak subjek lainnya, dan pada tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Dalam STAD, siswa dabagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang bermacam-macam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memperlihatkan suatu pelajaran dan siswa-siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu menguasai pelajaran tersebut.
Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Model STAD
1. Penyampaian Tujuan dan Motivasi
Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.
2. Pembagian kelompok
Siswa dibagi dalam beberapa kelompok, di mana setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas dalam prestasi akademik, gender/jenis kelamin, rasa atau etnik.
3. Presentasi dari Guru
Guru memberikan materi pelajaran terlebih dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. Guru memberi motivasi siswa semoga sanggup berguru dengan aktif dan kreatif. Di dalam proses pembelajaran guru dibantu oleh media, demonstrasi, pertanyaan atau kasus nayta yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga wacana keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, kiprah dan pekerjaan serta cara-cara mengerjakannya.
4. Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim)
Siswa berguru dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing memperlihatkan kontribusi. Selama tim bekerja, guru melakuakn pengamatan, memperlihatkan bimbingan, dorongan dan pinjaman bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD.
5. Kuis (Evaluasi)
Guru mengevaluasi hasil berguru melalui pemberian tes/kuis wacana materi yang dipelajari dan juga melaksanakan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok.
6. Penghargaan Prestasi Tim
Setelah pelaksanaan kuis, guru mengusut hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100. Selanjutnya pemberian penghargaan atas keberhasilan kelompok.
B. Model Jigsaw
Model ini dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aronson dan teman-temannya di Universitas Texas. Arti Jigsaw dalam bahasa Inggris yaitu gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah puzzle yaitu sebuah teka-teki menyusun potongan gambar.
Pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melaksanakan suatu kegiatan berguru dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok berguru kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok lagi yang terdiri atas dua atau tiga orang.
Langkah-langkahnya yaitu sebagai berikut.
1.Siswa dikelompokkan dengan anggota ± 4 orang;
2.Tiap orang dalam tim diberi materri dan kiprah yang berbeda;
3.Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk kelompol gres (kelompok ahli);
4.Setelah kelompok hebat berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok wacana subbab yang mereka kuasai;
5.Tiap tim hebat mempresentasikan hasil diskusi;
6.Pembahasan;
7.Penutupan.
Stephen, Sikes and Snapp (1978), mengemukakan langkah-langkah pembelajaran kooperatif model Jigsaw sebagai berikut:
1.Siswa dikelompokkan ke dalam 1 hingga 5 anggota tim;
2.Tiap orang dalam tim diberi cuilan materi yang berbeda;
3.Tiap orang dalam tim diberi cuilan materi yang tugaskan;
4.Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/subbab yang sama bertemu dalam kelompok gres (kelompok ahli) untuk mendiskusikan subbab mereka;
5.Setelah selesai diskusi sebagai tim hebat tiapanggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar sahabat satu tim mereka wacana subbab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan seksama;
6.Tiap tim hebat mempresentasikan hasil diskusi;
7.Guru memberi evaluasi;
8.Penutup
C. Model Investigasi Kelompok (Group Investigasi)
Model pembelajaran ini sanggup memperlihatkan pengalaman kepada siswa dalam memecahkan suatu permasalahan dengan caranya sendiri dan dibicarakan dalam group secara demokratis.
Pembagian langkah pelaksanaan model pemeriksaan kelompok terdiri menjadi enam fase (1) menentukan topik, (2) perencanaan kooperatif, (3) implementasi, (4) analisis dan sintesis, (5) presentasi hasil final, dan (6) evaluasi.
Langkah-langkah model pembelajaran tersebut sebagai berikut.
1.Siswa dibagi ke dalam kelompok (4 – 6 orang)
2.Guru memperlihatkan pengarahan wacana apa yang harus dilakukan oleh siswa di masing-masing kelompok.
3.Siswa dihadapkan pada suatu situasi yang memerlukan pemecahan atau suatu keputusan yang harus ditentukan.
4.Siswa mengeksplorasi situasi tersebut.
5.Siswa merumuskan tugas-tugas yang harus dilakukan dalam menghadapi situasi tersebut, antara lain merumuskan masalah, menentukan kiprah anggota kelompok, dan merumuskan alternatif cara yang akan digunakan.
6.Dalam melaksanakan tiga langkah (a), (b), dan (c) di atas, siswa sanggup dibimbing oleh gur (guru bertindak sebagai mentor).
7.Masing-masing kelompok melaksanakan kerja mandiri.
8.Siswa melaksanakan pengecekan terhadap kemajuan dalam menuntaskan tugasnya. Kemudian hasil kiprah kelompoknya dipresentasikan di depan kelas semoga siswa yang lain saling terlibat dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas pada topik itu.
9.Siswa saling memperlihatkan umpan balik mengenai topik yang telah mereka kerjakan menurut kiprah masing-masing kelompok, dan siswa bersama dengan guru berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran.
Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan secara berulang, hingga ditemukan suatu solusi atau keputusan yang tepat.
Baca Juga: Cara Menata Ruang Kelas Yang Kreatif
D. Model Make a Match (Membuat Pasangan)
Metode Make a Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994).
Salah satu laba teknik ini yaitu siswa mencari pasangan sambil berguru mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan.
Penerapan metode ini dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang sanggup mencocokkan kartunya diberi poin.
Langkah-langkah pembelajaran yaitu sebagai berikut.
1.Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisikan beberapa konsep/topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban).
2.Setiap siswa menerima satu kartu memikirkan tanggapan atau soal dari kartu yang dipegang.
3.Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban).
4.Siswa sanggup mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
5.Setelah satu babak kartu dikocok laagi semoga tiap siswa menerima kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
6.Kesimpulan.
E. Model TGT (Teams Games Tournaments)
Menurut Saco (2006), dalam TGT siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan sanggup disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran.
Kadang-kadang sanggup juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok mereka).Permainan dalam TGT sanggup berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka.
Tiap siswa, misalnya, akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan pertanyaan tersebut.
TGT yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok berguru beranggotakan 5 hingga 6 orang siswa yang mempunyai kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda.
Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Tugas yang diberikan dikerjakan bahu-membahu dengan anggota kelompoknya.
Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan kiprah yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memperlihatkan tanggapan atau menjelaskannya, sebelum menganjukan pertanyaan tersebut kepada guru.
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari lima langkah tahapan, yaitu tahap penyajian kelas (class precentation), berguru dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (tournament), penghargaan kelompok (team recognition).
F. Pembelajaran Berfikir Berpasangan atau Berbagi/Think Pair Share
Model pembelajaran berfikir berpasangan atau menyebarkan (Think Pair Share/TPS) merupakan jenis pembelajaran aktif yang dirancang untuk mensugesti pola interaksi siswa.
Model pembelajaran berfikir berpasangan atau menyebarkan ini berkembang dari penelitian berguru koopertif. Model pembelaaran ini pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya di Universitas Marryland. Arends menyatakan bahwa TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas.
Dengan perkiraan bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan proses yang dipakai dalam TPS sanggup memberi siswa waktu yang lebih banyak untuk berfikir, untuk merespon dan saling membantu (Trianto, 2007).
Model pembelajaran TPS merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi/tujuan pembelajaran.
TPS dirancang untuk mensugesti interaksi siswa. Struktur ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok-kelompok kecil.
Beberapa manfaat TPS sanggup meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi dan seorang siswa juga sanggup berguru dari siswa lain serta saling memberikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas.
Selain itu, TPS juga sanggup memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan berpartisipasi dalam kelas.
Langkah-langkah Pembelajaran Think Pair Share
Penggunan TPS yaitu untuk membandingkan tanya jawab kelompok secara keseluruhan. Langkah-langkah dalam taktik Think Pair Share (TPS) yaitu sebagai berikut.
1. Berfikir (Thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau permasalahan yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta penerima didik memakai waktu beberapa menit untuk berfikir sendiri tanggapan atau masalah. Peserta didik membutuhkan klarifikasi bahwa berbicara atau mengerjakan bukan cuilan dari berfikir.
2. Berpasangan (Pairing)
Selanjutnya guru meminta penerima didik untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan sanggup menyatukan tanggapan pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan suatu msalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
3. Berbagi (Shairing)
Pada langkah final guru meminta pasangan-pasangan untuk menyebarkan dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan kepasangan dan melanjutkan hingga sekitar sebagian pasangan mendapatkan kesempatan untuk melaporkan.
G. The Learning Cell
The learning cell ini dikembangkan oleh Goldschmid dari Swiss Federal Institute of Technology di Lausanne. The learning cell merupakan salah satu teknik pembelajaran yang membantu siswa berguru dengan lebih efektif.
The learning cell atau siswa berpasangan yaitu suatu bentuk berguru kooperatif dalam bentuk berpasangan di mana siswa bertanya dan menjawab pertanyaan secara bergantian berdasar pada materi bacaan yang sama.
The learning cell yaitu salah satu cara dari pembelajaran kelompok, khususnya kelompok kecil. Dalam pembelajaran ini siswa diatur dalam pasangan-pasangan. Salah seorang di antaranya berperan sebagai tutor, fasilitator/pelatih ataupun konsultan bagi seorang yang lain.
Orang yang kedua ini berperan sebagai siswa, penerima latihan ataupun seorang yang memerlukan bantuan. Setelah selesai, maka giliran penerima kedua untuk berperan sebagai tutor, fasilitator atupun instruktur dan penerima pertama menjadi siswa ataupun penerima latihan dan seterusnya.
Langkah-langkah Teknik Pembelajaran The Learning Cell
Teknik pembelajaran the learning cell terdiri dari beberapa tahapan berikut.
1. Tahap persiapan:
a. Guru menjelaskan secara singkat teknik pembelajaran the learning cell.
b. Guru membagi siswa secara berpasangan.
c. Guru menentukan siswa yang berperan sebagai tutor
d. Siswa yang berperan sebagai tutor mempelajari, mencari dan menambah wawasan wacana materi pada sumber lain, menyerupai internet, buku-buku yang relevan dan lain-lain.
2. Tahap kegiatan:
a. Siswa eksklusif membagi diri secara berpasang-pasangan yang telah ditentukan sebelumnya.
b. Guru menjelaskan materi secara singkat.
c. Siswa tutor menjelaskan materi yang telah ia pelajari sebelumnya dari banyak sekali sumber.
d. Guru memantau, mengawasi dan memperlihatkan bimbingan pada ketika pembelajaran berlangsung.
e. Siswa yang lainnya mendapatkan bimbingan, menanyakan hal-hal yang kurang dipahami kepada tutor.
f. Jika siswa dan tutor mengalami kesulitan baik secara materi maupun non materi, maka guru memperlihatkan instruksi dan bimbingan.
3. Tahap sehabis kegiatan:
a. Jika masing-masing pasangan telah menuntaskan pembahasan materi secara tuntas, guru memperlihatkan intisari materi dan menyimpulkan materi tersebut.
b. Guru menunjuk kembali tutor, terjadi pergantian tutor (siswa yang pada awalnya sebagai tutor menjadi siswa yang dibimbing sedangkan siswa yang awalnya dibimbing berganti posisi menjadi tutor).
c. Guru kembali memperlihatkan materi lanjutan kepada siswa.
d. Siswa yang menjadi tutor kembali melaksanakan tugasnya menyerupai pada cuilan di atas.
e. Proses ini terus berlangsung hingga materi pelajaran selesai.
II. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Pendidikan pada masa ke-21 berafiliasi dengan permasalahan gres yang ada di dunia nyata. Pendekatan PBM berkaitan dengan penggunaan inteligensi dari dalam diri individu yang berada dalam sebuah kelompok orang, atau lingkungan untuk memecahkan kasus yang bermakna, relevan, dan kontekstual.
Pembelajaran berbasis kasus yaitu seperangkat model mengajar yang memakai kasus sebagai fokus untuk mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah, materi, dan pengaturan diri (Hmelo-Silver, 2004; Serafino & Ciccheilli, 2005).
A. Model Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL)
Model pembelajaran ini bertujuan mendorong siswa untuk berguru melalui banyak sekali permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari, atau permasalahan yang dikaitkan dengan pengetahuan yang telah atau akan dipelajarinya.
Permasalahan yang diajukan pada model PBL, bukanlah permasalahan “biasa” atau bukan sekedar “latihan” yang diberikan sehabis conoth-contoh soal disajikan oleh guru. Permasalahan dalam PBL menuntut klarifikasi atas sebuah fenomena.
Fokusnya yaitu bagaimana siswa mengidentifikasi informasi pembelajaran dan selanjutnya mencarikan alternatif-alternatif penyelesaian. Pada pembelajaran ini melatih siswa terampil menuntaskan masalah. Oleh karenanya pembelajarannya selalu dihadapkan pada permasalahan-permasalahan kontekstual. Alur kegiatan PBL sebagai berikut
1.Mengorientasi penerima didik pada masalah; Tahap ini untuk memfokuskan penerima didik mengamati kasus yang menjadi objek pembelajaran.
2.Mengorganisasikan kegiatan pembelajaran; Pengorganisasian pembelajaran merupakan salah satu kegiatan dimana penerima didik memberikan banyak sekali pertanyaan (atau menanya) terhadap kasus yang dikaji.
3.Membimbing penyelidikan berdikari dan kelompok; Pada tahap ini penerima didik mengumpulkan informasi/melakukan percobaan untuk memperoleh data dalam rangka menjawab atau menuntaskan kasus yang dikaji.
4.Mengembangkan dan menyajikan hasil karya; Peserta didik mengasosiasi data yang ditemukan dari percobaan dengan banyak sekali data lain dari banyak sekali sumber.
5.Analisis dan penilaian proses pemecahan masalah; Setelah penerima didik menerima tanggapan terhadap kasus yang ada, selanjutnya dianalisis dan dievaluasi.
6.Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek. Tahap ini sebagai langkah awal semoga siswa mengamati lebih dalam terhadap pertanyaan yang muncul dari fenomena yang ada.
7.Mendesain perencanaan proyek. Sebagai langkah nyata menjawab pertanyaan yang ada, disusunlah suatu perencanaan proyek bisa melalui percobaan.
8.Menyusun jadwal sebagai langkah nyata dari sebuah proyek. Penjadwalan sangat penting semoga proyek yang dikerjakan sesuai dengan waktu yang tersedia dan sesuai dengan target.
9.Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek. Guru melaksanakan monitoring terhadap pelaksanaan dan perkembangan proyek. Siswa mengevaluasi proyek yang sedang dikerjakan.
10.Menguji hasil. Fakta dan data percobaan atau penelitian dihubungkan dengan banyak sekali data lain dari banyak sekali sumber.
11.Mengevaluasi kegiatan/pengalaman. Tahap ini dilakukan untuk mengevaluasi kegiatan sebagai pola perbaikan untuk kiprah proyek pada mata pelajaran yang sama atau mata pelajaran lain.
B. Model Berbasis Proyek (Project- Based Learning/PjBL)
Model pembelajaran berbasis proyek yaitu model pembelajaran yang sanggup dipakai untuk menerapkan pengetahuan yang sudah dimiliki, melatih banyak sekali keterampilan berpikir, sikap, dan keterampilan konkret.
Sedangkan pada permasalahan kompleks, diharapkan pembelajaran melalui investigasi, kerja sama dan eksperimen dalam membuat suatu proyek, serta mengintegrasikan banyak sekali subjek (materi) dalam pembelajaran. Alur Kegiatan pembelajaran dalam PJBL sebagai berikut.
1.Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek. Tahap ini sebagai langkah awal semoga siswa mengamati lebih dalam terhadap pertanyaan yang muncul dari fenomena yang ada.
2.Mendesain perencanaan proyek. Sebagai langkah nyata menjawab pertanyaan yang ada, disusunlah suatu perencanaan proyek bisa melalui percobaan.
3.Menyusun jadwal sebagai langkah nyata dari sebuah proyek. Penjadwalan sangat penting semoga proyek yang dikerjakan sesuai dengan waktu yang tersedia dan sesuai dengan target.
4.Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek. Guru melaksanakan monitoring terhadap pelaksanaan dan perkembangan proyek. Siswa mengevaluasi proyek yang sedang dikerjakan.
5.Menguji hasil. Fakta dan data percobaan atau penelitian dihubungkan dengan banyak sekali data lain dari banyak sekali sumber.
6.Mengevaluasi kegiatan/pengalaman. Tahap ini dilakukan untuk mengevaluasi kegiatan sebagai acuan perbaikan untuk kiprah proyek pada mata pelajaran yang sama atau mata pelajaran lain.
C. Model Penyingkapan (Discovery Learning)
Model ini memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk menyingkap atau mencari tahu wacana suatu permasalahan atau sesuatu yang bekerjsama ada namun belum mengemuka dan menemukan solusinya menurut hasil pengolahan informasi yang dicari dan dikumpulkannya sendiri, sehingga siswa mempunyai pengetahuan gres yang sanggup digunakannya dalam memecahkan duduk kasus yang relevan dalam kehidupan sehari-hari. Alur kegiatan pembelajarannya sebagai berikut.
1.Memberi stimulus (Stimulation): guru memperlihatkan stimulus berupa kasus untuk diamati dan disimak siswa melalui kegiatan membaca, mengamati situasi atau melihat gambar, dan lain-lain.
2.Mengidentifikasi kasus (Problem Statement): siswa menemukan permasalahan, mencari informasi terkait permasalahan, dan merumuskan masalah.
3.Mengumpulkan data (Data Collecting): siswa mencari dan mengumpulkan data/informasi yang sanggup dipakai untuk menemukan solusi pemecahan kasus yang dihadapi (mencari atau merumuskan banyak sekali alternatif pemecahan masalah, terutama kalau satu alternatif mengalami kegagalan).
4.Mengolah data (Data Processing): siswa mencoba dan mengeksplorasi kemampuan pengetahuan konseptualnya untuk diaplikasikan pada kehidupan nyata (melatih keterampilan berfikir logis dan aplikatif).
5.Memverifikasi (Verification): siswa mengecek kebenaran atau keabsahan hasil pengolahan data melalui banyak sekali kegiatan, atau mencari sumber yang relevan baik dari buku atau media, serta mengasosiasikannya sehingga menjadi suatu kesimpulan.
6.Menyimpulkan (Generalization): siswa digiring untuk menggeneralisasikan hasil berupa kesimpulan pada suatu insiden atau permasalahan yang sedang dikaji.
III. Model Inkuiri Terbimbing
Model penemuan merupakan suatu kegiatan berguru yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan mengusut secara sistemik, kritis, logis, dan analisis sehingga mereka sanggup merumuskan sendiri penemuannya.
Siswa dilatih sanggup mengumpulkan informasi tambahan, membuat hipotesis dan mengujinya. Peran guru selain sebagai pengarah dan pembimbing, juga sanggup menjadi sumber informasi data yang diperlukan. Berikut alur kegiatan pembelajaran dalam memakai model penemuan
1.Mengamati banyak sekali fenomena alam yang akan memperlihatkan pengalaman berguru kepada siswa bagaimana mengamati banyak sekali fakta atau fenomena 2
2.Mengajukan pertanyaan wacana fenomena yang dihadapi untuk melatih siswa mengeksplorasi fenomena melalui banyak sekali sumber 3
3.Mengajukan dugaan atau kemungkinan tanggapan sanggup melatih siswa dalam mengasosiasi atau melaksanakan kebijaksanaan sehat terhadap kemungkinan tanggapan dari pertanyaan yang diajukan
4.Mengumpulkan data yang terakait dengan dugaan atau pertanyaan yang diajukan, sehingga siswa sanggup memprediksi dugaan yang paling sempurna sebagai dasar untuk merumuskan suatu kesimpulan
5.Merumuskan kesimpulan-kesimpulan menurut data yang telah diolah atau dianalisis, sehingga siswa sanggup mempresentasikan atau menyajikan hasil temuannya
A. Inkuiri Terbimbing (Guided inkuiri)
Inkuiri terbimbing dipakai bagi siswa yang belum mempunyai pengalaman berguru dengan metode inkuiri. Guru memperlihatkan bimbingan dan pengarahan yang cukup luas. Bimbingan lebih banyak diberikan pada tahap awal dan bertahap dikurangi sesuai dengan perkembangan pengalaman siswa.
Sebagiaan besar perencanaan dibuat oleh guru dan para siswa tidak merumuskan masalah. Inkuiri terbimbing berorientasi pada acara kelas yang berpusat pada siswa dan memungkinkan siswa berguru memanfaatkan banyak sekali sumber berguru yang tidak hanya menimbulkan guru sebagai sumber belajar.
Siswa secara aktif akan terlibat dalam proses mentalnya melalui kegiatan pengamatan, pengukuran, dan pengumpulan data untuk menarik suatu kesimpulan. Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing siswa secara aktif dalam proses pembelajaran yaitu melalui dari perencanaan, pelaksanaan, hingga proses evaluasi.
B. Inkuiri Bebas (Free Inkuiri)
Siswa melaksanakan sendiri penelitian menyerupai seorang ilmuan pada inkuiri bebas.Siswa harus sanggup mengidentifikasi dan merumuskan kasus banyak sekali topik permasalahan yang hendak diselidiki mada pembelajaran.metode yang dipakai yaitu inkuiri role approach yang melibatkan siswa dalam kelompok tertentu, setiap anggota kelompok mempunyai kiprah sebagai contohnya sebagai koordinator kelompok, pembimbing teknis, pencatatan data dan pengevaluasian proses.
Model inkuiri didefinisikan oleh Piaget (Sund dan Trowbridge, 1973) sebagai pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukaneksperimen sendiri; dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, inginmelakukan sesuatu, ingin memakai simbul-simbul dan mencari tanggapan ataspertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan orang lain.
Kuslan Stone (Dahar,1991) mendefinisikan model inkuiri sebagai pengajaran di mana guru dan anak mempelajari peristiwa-peristiwa dangejala-gejala ilmiah dengan pendekatan dan jiwa para ilmuwan.
Pengajaranberdasarkan inkuiri yaitu suatu taktik yang berpusat pada siswa di manakelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu duduk kasus atau mencarijawaban terhadap pertanyaan pertanyaan di dalam suatu mekanisme dan strukturkelompok yang digariskan secara terang (Hamalik, 1991).
C. Inkuiri Bebas yang Dimodifikasi (Modified Free Inkuiri)
Guru memperlihatkan permasalahan dan kemudian siswa diminta memecahkan permasalahan tersebut melalui pengamatan, eksplorasi, dan mekanisme pada pembelajaran berbasis inkuiri.Untuk itu guru dituntut harus bisa merancang dan melaksanakan proses pembelajaran dengan tepat.
Setiap siswa memerlukan bekal pengetahuan dan kecakapan semoga sanggup hidup di masyarakat dan bekal ini diharapkan diperoleh melalui pengalaman berguru di sekolah.
Oleh alasannya itu pengalaman berguru di sekolah sedapat mungkin memperlihatkan bekal siswa dalam mencapai kecakapan untuk berkarya.Kecakapan ini disebut dengan kecakapan hidup yang cakupannya lebih luas dibanding hanya sekadar keterampilan.
Meador (2010) dan Windschitl (2002) membagi inkuiri menjadi beberapa level inkuiri dari level yang paling rendah hingga level yang paling tinggi menurut penerapannya yang ditunjukkan pada table dibawah ini.
IV. Model Pembelajaran PAKEM
PAKEM merupakan model pembelajaran dan menjadi pedoman dalam bertindak mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan pelaksanaan pembelajaran PAKEM, diharapkan berkambangnya banyak sekali macam penemuan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelejaran yang partisipatif, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Pakem yang merupakan akronim dari pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, merupakan sebuah model pembelajaran kontekstual yang melibatkan paling sedikit empat prinsip utama dalam proses pembelajarannya.
Pertama, proses interaksi (siswa berinteraksi secara aktif dengan guru, rekan siswa, multimedia, referensi, lingkungan dan sebagainya).
Kedua, proses komunikasi (siswa mengkomunikasikan pengalaman berguru mereka dengan guru danrekansiswa lain melalui cerita, obrolan atau melalui simulasi role-play).
Ketiga, proses refleksi, (siswa memikirkan kembali wacana kebermaknaan apa yang mereka telah pelajari, dan apa yang mereka telah lakukan). Keempat, proses eksplorasi (siswa mengalami eksklusif dengan melibatkan semua indera melalui pengamatan, percobaan, penyelidikan dan wawancara).
Prinsip PAKEM
Daryanto (2013) menyatakan sekurang-kurangnya ada empat prinsip PAKEM, yakni.
1. Mengalami, dalam hal ini penerima didik mengalami secara eksklusif dengan memanfaatkan banyak indra. Bentuk konkritnya yaitu penerima didik melaksanakan pengamatan, percobaan, dan wawancara. Makara penerima didik berguru banyak melalui berbuat (learning by doing).
2. Intraksi, dalam hal ini interaksi antara penerima didik itu sendiri maupun dengan guru, baik melalui diskusi/Tanya jawab maupun melalui metode lain (bermain kiprah dan sebagainya) harus selalu ada dan terjaga. Karena dengan interaksi inilah, pembelajaran menjadi lebih hidup dan menarik.
3. Komunikasi, dalam hal ini komunikasi perlu diupayakan. Komunikasi yaitu cara kita memberikan apa yang kita ketahui. Interaksi tidak cukup kalau tidak terjadi komunikasi. Bahkan interaksi menjadi lebih bermakna kalau interaksi itu komunikatif.
4. Refleksi merupakan hal penting lainnya semoga pembelajarannya bermakna. Pembelajaran bermakna yaitu pembelajaran yang memungkinkan terjadinya refleksi dari si penerima didik ketika mereka mempelajari sesuatu. Refleksi maksudnya yaitu memikirkan kembali apa yang diperbuat/dipikirkan.
Dengan refleksi, kita bisa menilai efektif atau tidaknya pembelajaran. jangan-jangan sehabis direfleksi ternyata pembelajaran kita yang menyenangkan, namun tingkat penguasaan subtansi atau materi masih rendah atau belum tercapai sesuai yang kita harapkan. Adapun jenis-jenis Model Pakem adalah:
A. Model Quantum Teaching
Quantum Teaching merupakan proses pembelajaran dengan menyediakan latar belakang dan taktik untuk meningkatkan proses berguru mengajar menjadi menyenangkan. Pembelajaran Quantum Teaching meliputi petunjuk untuk membuat lingkungan berguru yang efektif merancang pengajaran, memberikan isi dan memudahkan proses belajar.
Quantum Teaching merupakan suatu proses pembelajaran dengan menyediakan latar belakang dan taktik untuk meningkatkan proses berguru mengajar dan membuat proses tersebut menjadi lebih menyenangkan.
Cara ini memperlihatkan sebuah gaya mengajar yang memberdayakan siswa untuk berprestasi lebih dari yang dianggap mungkin. Juga membantu guru memperluas keterampilan siswa dan motivasi siswa, sehingga guru akan memperoleh kepuasan yang lebih besar dari pekerjaannya. Langkah-langkah pembelajaran Quantum Teaching yaitu sebagai berikut.
1. Tumbuhkan
Guru membuat pertanyaan wacana kemampuan siswa dengan memanfaatkan pengalaman siswa dan mencari tanggapan, manfaat serta komitmen siswa. Guru membuat taktik dengan melaksanakan aplikasi ataupun kisah wacana pelajaran yang bersangkutan.
2. Alami
Guru memanfaatkan pengetahuan dan keingintahuan siswa menurut pengalaman siswa dan bisa mengasah otak siswa semoga sanggup menuntaskan masalah. Siswa sanggup memahami informasi ataupun kegiatan serta memanfaatkan akomodasi yang ada sesuai dengan kebutuhan siswa.
3. Namai
Pemberian nama (simbol-simbol) ataupun identitas dan mendefinisikan suatu pertanyaan. Guru mengajarkan konsep, keterampilan berpikir, dan taktik berguru dengan memakai gambar, warna, alat bantu, kertas atau alat yang lainnya. Siswa sanggup mengetahui informasi, fakta, rumus, pemikiran, daerah dan sebagainya menurut pengalaman semoga pengetahuan tersebut berarti.
4. Demonstrasikan
Guru memberi peluang untuk menerjemahkan dan menerapkan pengetahuan siswa ke dalam pembelajaran yang lain dan ke dalam kehidupannya. Siswa sanggup memperagakan atau mengaplikasikan tingkat kecakapannya dengan pelajaran.
5. Ulangi
Guru mengulangi hal-hal yang kurang terang bagi siswa. Siswa sanggup dengan gampang memahami dan mengetahui pelajaran tersebut. Guru memperlihatkan kesempatan bagi siswa untuk mengajarkan pengetahuan kepada siswa yang lain.
6. Rayakan
Mengadakan perayaan bagi siswa akan mendorong siswa memperkuat rasa tanggung jawab dan mengamati proses berguru sendiri. Perayaan tersebut akan mengajarkan siswa mengenai motivasi belajar, kesuksesan, langkah menuju kemenangan. Pujian yang didapatkan akan mendorong siswa semoga tetap dalam keadaan bersemangat dalam proses berguru mengajar.
B. Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontektual atau yang lebih dikenak dengan sebutan CTL (contextual teaching and learning) merupakan konsep berguru yang beranggapan bahwa anak akan lebih baik kalau lingkungan diciptakan secara alamiah, artinya berguru akan lebih bermakna kalau anak berguru dan menglaminya sendiri apa yang akan dipelajarinya, bukan sebatas mengetahui.
Pembelajaran tidak hanya sekedar guru memberikan materi pelajaran kepada siswa, tetapi bagaimana siswa memaknai apa yang dipelajarinya.
Center on Education and Work at the University of Wisconsin Madison mengartikan pembelajaran kontekstual, yaitu “Suatu konsepsi berguru mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan pekerjaan serta meminta ketekunan belajar”.
Dalam pelaksanaannya, CTL dipengarui oleh banyak sekali faktor yang tiba baik dari dalam ataupun dari luar, yaitu:
1.Pembelajaran harus memerhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa.
2.Pembelajaran dimulai dari keseluruan menuju bagian-bagian yang lebih khusus.
3.Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: (1) menyusun konsep sementara, (2) melaksanakan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain, dan (3) merevisi dan mengembangkan konsep.
4.Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktikkan secara eksklusif apa-apa yang dipelajari.
5.Adanya refleksi terhadap taktik pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
Berdasarkan faktor-faktor di atas, sanggup disimpukan bahwa cakupan untuk pembelajaran kontekstual ini yaitu pementingan pada hal-hal yang bersifat makna dari materi yang telah diajarkan oleh guru dan perhatian terhadap faktor kebutuhan individu siswa.
Adapun komponen pembelajaran kontekstual, yaitu: (1) konstruktivisme; (2) inkuiri; (3) bertanya; (4) masyarakat belajar; (5) pemodelan; (6) refleksi; (7) penilaian nyata (autentic assessment).
V. Model Pembelajaran Pencaian Ketuntasan
A. Model Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas yaitu model pembelajaran berdasar pandangan filosofis bahwa seluruh siswa sanggup berguru kalau mereka menerima dukungan kondisi yang tepat. Konsep berguru tuntas yaitu proses berguru yang bertujuan semoga materi aliran dikuasai secara tuntas, artinya cara menguasai materi secara penuh. Belajar tuntas ini merupakan taktik pembelajaran yang diindividualisasikan dengan memakai pendekatan kelompok.
Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Tuntas yaitu sebagai berikut.
1. Kegiatan orientasi
Kegiatan ini mengorientasikan setiap siswa terhadap berguru tuntas yang berkenaan terhadap orientasi wacana apa yang akan dipelajari oleh siswa dan cara berguru yang harus dilakukan oleh siswa. Guru menjelaskan keseluruhan materi yang telah dirancang, kemudian melanjutkan dengan pra tes.
2. Kegiatan berguru mengajar
Guru melaksanakan langkah pembelajaran pada kegiatan inti, guru memperlihatkan pengalaman berguru aktif melalui banyak sekali kegiatan, contohnya kegiatan berbasis keilmuan, seperti mengamati/ menanya/mencoba/ mengumpulkaninformasi /menalar/mengomunikasikan atau kegiatan pembelajaran lain sesuai dengan model pembelajaran yang dipakai (kegiatan inti menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi kelas, siswa, dan karakteristik mata pelajaran).
3. Penentuan tingkat penguasaan bahan
Setelah pembelajaran selesai dilaksanakan, kemudian dilakukan tes, dan diperiksa oleh temannya sendiri menurut petunjuk guru. Mereka sendiri yang menentukan tingkat penguasaan materi menurut kriteria penguasaan yang telah ditetapkan sebelumnya.
4. Memberikan atau melaporkan tingkat penguasaan setiap siswa yang bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan dan pengayaan mereka, materi yang sudah dikuasai ditandai dengan M (mastery) dan yang belum dikuasai ditandai dengan NM (non mastery).
5. Pengecekan keefektifan seluruh program
Keefektifan taktik berguru tuntas ditandai dengan hasil yang dicapai siswa, yakni persentase siswa yang bisa mencapai tingkat mastery (standar A). Ada dua cara yang sanggup dilakukan oleh guru dalam menetukan kategori mencapai tingkat mastery, yaitu dengan membandingkan hasil yang dicapai oleh kelas yang memakai taktik berguru tuntas dengan kelas yang memakai taktik lain, dan membuat hipotesis wacana hasil belajar, kemudian dibuktikan berdasar hasil berguru kelas
D. Model Pembelajaran Langsung
Merupakan sebuah model pembelajaran yang bersifat teacher centered (berpusat pada guru). Saat melaksanakan model pembelajaran ini, guru harus mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan yang akan dilatihkan kepada siswa, selangkah demi selangkah.
Guru sebagai sentra perhatian mempunyai kiprah yang sangat dominan. Karena itu, pada direct instruction, guru harus bisa menjadi model yang menarik bagi siswa. Alur kegiatan Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) sebagai berikut.
1.Menyampaikan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan penerima didik
2.Pada fase pertama ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran khusus, memberi informasi wacana latar belakang pembelajaran, memperlihatkan informasi mengapa pembelajaran itu penting, dan mempersiapkan siswa baik secara fisik maupun mental untuk mulai pembelajarannya.
3.Mendemostrasikan pengetahuan atau keterampilan
4.Pada fase kedua ini guru berperan sebagai model dengan mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan secara benar, Ia harus menyajikan informasi secara bertahap selangkah demi selangkah sesuai struktur dan urutan yang benar.
5.Membimbing pelatihan
6.Pada fase ketiga guru harus memperlihatkan bimbingan dan training awal semoga siswa sanggup menguasai pengetahuan dan keterampilan yang sedang diajarkan.
7.Mencek pemahaman dan memperlihatkan balikan (umpan balik)
8.Pada fase keempat ini guru melaksanakan pengecekan apakah siswa sanggup melaksanakan kiprah dengan baik, apakah mereka telah menguasai pengetahuan atau keterampilan, dan selanjutnya memberi umpan balik yang tepat.
9.Memberikan kesempatan untuk training lanjutan dan penerapan
10.Pada fase terakhir (kelima) ini guru kemudian menyediakan kesempatan kepada semua siswa untuk melaksanakan latihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi yang lebih kompleks atau penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Bila guru ingin menerapkan model pembelajaran eksklusif (direct instruction), maka guru harus melaksanakan perencanaan yang hati-hati dan matang. Setiap detil keterampilan yang diajarkan harus diidentifikasi secara seksama dan teliti, begitupun langkah-langkah dan penjadwalan demonstrasi dan pelatihan.Lingkungan belajar,
menuntutpeserta didik yang aktif berguru baik secara fisik maupun mental. Pembelajaran eksklusif tidak akan berhasil kalau hanya guru yang aktif. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan penerima didik, terutama memperhatikan saat-saat demonstrasi
C. Model Pencapaian Konsep (Concept Attainment Model)
Model pencaian konsep menitikberatkan pada pemberian sejumlah konsep terhadap siswa dengan tepat.
Langkah-langkah kegiatan dalam ini sebagai berikut.
1. Penyajian Data dan Identifikasi Konsep, dengan rincian kegiatan berikut.
a.Guru menyajikan contoh yang sudah diberi label.
b.Siswa membandingkan ciri-ciri untuk contoh positif dan contoh negatif
c.Siswa membuat dan mengetes hipotesis
d.Siswa membuat definisi wacana konsep atas dasar ciri-ciri utama atau esensial.
2. Mengetes Pencapaian Konsep, dengan rincian kegiatan berikut.
a.Siswa mengidentifikasi perhiasan contoh yang tidak diberi label dengan menyatakan ya atau tidak.
b.Siswa menegaskan hipotesis, nama konsep, dan menyatakan kembali definisi konsep sesuai dengan ciri-ciri yang utama.
3. Menganalisis Strategi Berpikir, dengan rincian kegiatan berikut.
a.Siswa mengungkapkan pemikirannya
b.Siswa mendiskusikan hipotesis dan ciri-ciri konsep
c.Siswa mendiskusikan tipe dan jumlah hipotesis.
Baca Juga: Mengatur Paket Kegiatan Guru di MGMP
Bahan Bacaan:
Kemdikbud.(2017) .Model-model Pembelajaran . Direktorat SMA: Jakarta
Kemdikbut. (2016). Modul Guru Pembelajar. Dirjen GTK: Jakarta.
Di bawah ini disajikan penemuan model pembelajaran yang dikelompokkan menjadi 5 kelompok dan yaitu kelompok model pembelajaran koperatif, Model Pembelajaran Berbasis Masalah, Inquiri Terbimbing, PAKEM dan Pencapaian Ketuntasan.Tiap kelompok terdiri dari beberapa jenis model pembelajaran.
I. Model Pembelajaran Koperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan model pembelajaran dengan cara siswa berguru dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat hingga lima orang siswa dengan struktur kelompok bersifat heterogen.
Konsep heterogen di sini yaitu struktur kelompok yang mempunyai perbedaan latar belakang kemampuan akademik, perbedaan jenis kelamin, perbedaan ras dan bahkan mungkin etnisitas. Hal ini diterapkan untuk melatih siswa mendapatkan perbedaan dan bekerja dengan sahabat yang berbeda latar belakangnya.
Kelough & Kelough dalam Kasihani (2009: 16) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu taktik pembelajaran secara berkelompok, siswa berguru bersama dan saling membantu dalam menuntaskan kiprah dengan pementingan pada
A. Model Student Team Achievement Division (STAD)
Model ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Univesitas John Hopkin. Menurut Slavin (2007) model STAD ( Student Team Achievement Division) merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti. Model ini juga sangat gampang diadaptasi, telah dipakai dalam Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Teknik dan banyak subjek lainnya, dan pada tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Dalam STAD, siswa dabagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang bermacam-macam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memperlihatkan suatu pelajaran dan siswa-siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu menguasai pelajaran tersebut.
Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Model STAD
1. Penyampaian Tujuan dan Motivasi
Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.
2. Pembagian kelompok
Siswa dibagi dalam beberapa kelompok, di mana setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas dalam prestasi akademik, gender/jenis kelamin, rasa atau etnik.
3. Presentasi dari Guru
Guru memberikan materi pelajaran terlebih dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. Guru memberi motivasi siswa semoga sanggup berguru dengan aktif dan kreatif. Di dalam proses pembelajaran guru dibantu oleh media, demonstrasi, pertanyaan atau kasus nayta yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga wacana keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, kiprah dan pekerjaan serta cara-cara mengerjakannya.
4. Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim)
Siswa berguru dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing memperlihatkan kontribusi. Selama tim bekerja, guru melakuakn pengamatan, memperlihatkan bimbingan, dorongan dan pinjaman bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD.
5. Kuis (Evaluasi)
Guru mengevaluasi hasil berguru melalui pemberian tes/kuis wacana materi yang dipelajari dan juga melaksanakan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok.
6. Penghargaan Prestasi Tim
Setelah pelaksanaan kuis, guru mengusut hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100. Selanjutnya pemberian penghargaan atas keberhasilan kelompok.
B. Model Jigsaw
Model ini dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aronson dan teman-temannya di Universitas Texas. Arti Jigsaw dalam bahasa Inggris yaitu gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah puzzle yaitu sebuah teka-teki menyusun potongan gambar.
Pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melaksanakan suatu kegiatan berguru dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok berguru kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok lagi yang terdiri atas dua atau tiga orang.
Langkah-langkahnya yaitu sebagai berikut.
1.Siswa dikelompokkan dengan anggota ± 4 orang;
2.Tiap orang dalam tim diberi materri dan kiprah yang berbeda;
3.Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk kelompol gres (kelompok ahli);
4.Setelah kelompok hebat berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok wacana subbab yang mereka kuasai;
5.Tiap tim hebat mempresentasikan hasil diskusi;
6.Pembahasan;
7.Penutupan.
Stephen, Sikes and Snapp (1978), mengemukakan langkah-langkah pembelajaran kooperatif model Jigsaw sebagai berikut:
1.Siswa dikelompokkan ke dalam 1 hingga 5 anggota tim;
2.Tiap orang dalam tim diberi cuilan materi yang berbeda;
3.Tiap orang dalam tim diberi cuilan materi yang tugaskan;
4.Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/subbab yang sama bertemu dalam kelompok gres (kelompok ahli) untuk mendiskusikan subbab mereka;
5.Setelah selesai diskusi sebagai tim hebat tiapanggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar sahabat satu tim mereka wacana subbab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan seksama;
6.Tiap tim hebat mempresentasikan hasil diskusi;
7.Guru memberi evaluasi;
8.Penutup
C. Model Investigasi Kelompok (Group Investigasi)
Model pembelajaran ini sanggup memperlihatkan pengalaman kepada siswa dalam memecahkan suatu permasalahan dengan caranya sendiri dan dibicarakan dalam group secara demokratis.
Pembagian langkah pelaksanaan model pemeriksaan kelompok terdiri menjadi enam fase (1) menentukan topik, (2) perencanaan kooperatif, (3) implementasi, (4) analisis dan sintesis, (5) presentasi hasil final, dan (6) evaluasi.
Langkah-langkah model pembelajaran tersebut sebagai berikut.
1.Siswa dibagi ke dalam kelompok (4 – 6 orang)
2.Guru memperlihatkan pengarahan wacana apa yang harus dilakukan oleh siswa di masing-masing kelompok.
3.Siswa dihadapkan pada suatu situasi yang memerlukan pemecahan atau suatu keputusan yang harus ditentukan.
4.Siswa mengeksplorasi situasi tersebut.
5.Siswa merumuskan tugas-tugas yang harus dilakukan dalam menghadapi situasi tersebut, antara lain merumuskan masalah, menentukan kiprah anggota kelompok, dan merumuskan alternatif cara yang akan digunakan.
6.Dalam melaksanakan tiga langkah (a), (b), dan (c) di atas, siswa sanggup dibimbing oleh gur (guru bertindak sebagai mentor).
7.Masing-masing kelompok melaksanakan kerja mandiri.
8.Siswa melaksanakan pengecekan terhadap kemajuan dalam menuntaskan tugasnya. Kemudian hasil kiprah kelompoknya dipresentasikan di depan kelas semoga siswa yang lain saling terlibat dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas pada topik itu.
9.Siswa saling memperlihatkan umpan balik mengenai topik yang telah mereka kerjakan menurut kiprah masing-masing kelompok, dan siswa bersama dengan guru berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran.
Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan secara berulang, hingga ditemukan suatu solusi atau keputusan yang tepat.
Baca Juga: Cara Menata Ruang Kelas Yang Kreatif
D. Model Make a Match (Membuat Pasangan)
Metode Make a Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994).
Salah satu laba teknik ini yaitu siswa mencari pasangan sambil berguru mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan.
Penerapan metode ini dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang sanggup mencocokkan kartunya diberi poin.
Langkah-langkah pembelajaran yaitu sebagai berikut.
1.Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisikan beberapa konsep/topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban).
2.Setiap siswa menerima satu kartu memikirkan tanggapan atau soal dari kartu yang dipegang.
3.Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban).
4.Siswa sanggup mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
5.Setelah satu babak kartu dikocok laagi semoga tiap siswa menerima kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
6.Kesimpulan.
E. Model TGT (Teams Games Tournaments)
Menurut Saco (2006), dalam TGT siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan sanggup disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran.
Kadang-kadang sanggup juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok mereka).Permainan dalam TGT sanggup berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka.
Tiap siswa, misalnya, akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan pertanyaan tersebut.
TGT yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok berguru beranggotakan 5 hingga 6 orang siswa yang mempunyai kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda.
Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Tugas yang diberikan dikerjakan bahu-membahu dengan anggota kelompoknya.
Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan kiprah yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memperlihatkan tanggapan atau menjelaskannya, sebelum menganjukan pertanyaan tersebut kepada guru.
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari lima langkah tahapan, yaitu tahap penyajian kelas (class precentation), berguru dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (tournament), penghargaan kelompok (team recognition).
F. Pembelajaran Berfikir Berpasangan atau Berbagi/Think Pair Share
Model pembelajaran berfikir berpasangan atau menyebarkan (Think Pair Share/TPS) merupakan jenis pembelajaran aktif yang dirancang untuk mensugesti pola interaksi siswa.
Model pembelajaran berfikir berpasangan atau menyebarkan ini berkembang dari penelitian berguru koopertif. Model pembelaaran ini pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya di Universitas Marryland. Arends menyatakan bahwa TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas.
Dengan perkiraan bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan proses yang dipakai dalam TPS sanggup memberi siswa waktu yang lebih banyak untuk berfikir, untuk merespon dan saling membantu (Trianto, 2007).
Model pembelajaran TPS merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi/tujuan pembelajaran.
TPS dirancang untuk mensugesti interaksi siswa. Struktur ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok-kelompok kecil.
Beberapa manfaat TPS sanggup meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi dan seorang siswa juga sanggup berguru dari siswa lain serta saling memberikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas.
Selain itu, TPS juga sanggup memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan berpartisipasi dalam kelas.
Langkah-langkah Pembelajaran Think Pair Share
Penggunan TPS yaitu untuk membandingkan tanya jawab kelompok secara keseluruhan. Langkah-langkah dalam taktik Think Pair Share (TPS) yaitu sebagai berikut.
1. Berfikir (Thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau permasalahan yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta penerima didik memakai waktu beberapa menit untuk berfikir sendiri tanggapan atau masalah. Peserta didik membutuhkan klarifikasi bahwa berbicara atau mengerjakan bukan cuilan dari berfikir.
2. Berpasangan (Pairing)
Selanjutnya guru meminta penerima didik untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan sanggup menyatukan tanggapan pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan suatu msalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
3. Berbagi (Shairing)
Pada langkah final guru meminta pasangan-pasangan untuk menyebarkan dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan kepasangan dan melanjutkan hingga sekitar sebagian pasangan mendapatkan kesempatan untuk melaporkan.
G. The Learning Cell
The learning cell ini dikembangkan oleh Goldschmid dari Swiss Federal Institute of Technology di Lausanne. The learning cell merupakan salah satu teknik pembelajaran yang membantu siswa berguru dengan lebih efektif.
The learning cell atau siswa berpasangan yaitu suatu bentuk berguru kooperatif dalam bentuk berpasangan di mana siswa bertanya dan menjawab pertanyaan secara bergantian berdasar pada materi bacaan yang sama.
The learning cell yaitu salah satu cara dari pembelajaran kelompok, khususnya kelompok kecil. Dalam pembelajaran ini siswa diatur dalam pasangan-pasangan. Salah seorang di antaranya berperan sebagai tutor, fasilitator/pelatih ataupun konsultan bagi seorang yang lain.
Orang yang kedua ini berperan sebagai siswa, penerima latihan ataupun seorang yang memerlukan bantuan. Setelah selesai, maka giliran penerima kedua untuk berperan sebagai tutor, fasilitator atupun instruktur dan penerima pertama menjadi siswa ataupun penerima latihan dan seterusnya.
Langkah-langkah Teknik Pembelajaran The Learning Cell
Teknik pembelajaran the learning cell terdiri dari beberapa tahapan berikut.
1. Tahap persiapan:
a. Guru menjelaskan secara singkat teknik pembelajaran the learning cell.
b. Guru membagi siswa secara berpasangan.
c. Guru menentukan siswa yang berperan sebagai tutor
d. Siswa yang berperan sebagai tutor mempelajari, mencari dan menambah wawasan wacana materi pada sumber lain, menyerupai internet, buku-buku yang relevan dan lain-lain.
2. Tahap kegiatan:
a. Siswa eksklusif membagi diri secara berpasang-pasangan yang telah ditentukan sebelumnya.
b. Guru menjelaskan materi secara singkat.
c. Siswa tutor menjelaskan materi yang telah ia pelajari sebelumnya dari banyak sekali sumber.
d. Guru memantau, mengawasi dan memperlihatkan bimbingan pada ketika pembelajaran berlangsung.
e. Siswa yang lainnya mendapatkan bimbingan, menanyakan hal-hal yang kurang dipahami kepada tutor.
f. Jika siswa dan tutor mengalami kesulitan baik secara materi maupun non materi, maka guru memperlihatkan instruksi dan bimbingan.
3. Tahap sehabis kegiatan:
a. Jika masing-masing pasangan telah menuntaskan pembahasan materi secara tuntas, guru memperlihatkan intisari materi dan menyimpulkan materi tersebut.
b. Guru menunjuk kembali tutor, terjadi pergantian tutor (siswa yang pada awalnya sebagai tutor menjadi siswa yang dibimbing sedangkan siswa yang awalnya dibimbing berganti posisi menjadi tutor).
c. Guru kembali memperlihatkan materi lanjutan kepada siswa.
d. Siswa yang menjadi tutor kembali melaksanakan tugasnya menyerupai pada cuilan di atas.
e. Proses ini terus berlangsung hingga materi pelajaran selesai.
II. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Pendidikan pada masa ke-21 berafiliasi dengan permasalahan gres yang ada di dunia nyata. Pendekatan PBM berkaitan dengan penggunaan inteligensi dari dalam diri individu yang berada dalam sebuah kelompok orang, atau lingkungan untuk memecahkan kasus yang bermakna, relevan, dan kontekstual.
Pembelajaran berbasis kasus yaitu seperangkat model mengajar yang memakai kasus sebagai fokus untuk mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah, materi, dan pengaturan diri (Hmelo-Silver, 2004; Serafino & Ciccheilli, 2005).
A. Model Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL)
Model pembelajaran ini bertujuan mendorong siswa untuk berguru melalui banyak sekali permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari, atau permasalahan yang dikaitkan dengan pengetahuan yang telah atau akan dipelajarinya.
Permasalahan yang diajukan pada model PBL, bukanlah permasalahan “biasa” atau bukan sekedar “latihan” yang diberikan sehabis conoth-contoh soal disajikan oleh guru. Permasalahan dalam PBL menuntut klarifikasi atas sebuah fenomena.
Fokusnya yaitu bagaimana siswa mengidentifikasi informasi pembelajaran dan selanjutnya mencarikan alternatif-alternatif penyelesaian. Pada pembelajaran ini melatih siswa terampil menuntaskan masalah. Oleh karenanya pembelajarannya selalu dihadapkan pada permasalahan-permasalahan kontekstual. Alur kegiatan PBL sebagai berikut
1.Mengorientasi penerima didik pada masalah; Tahap ini untuk memfokuskan penerima didik mengamati kasus yang menjadi objek pembelajaran.
2.Mengorganisasikan kegiatan pembelajaran; Pengorganisasian pembelajaran merupakan salah satu kegiatan dimana penerima didik memberikan banyak sekali pertanyaan (atau menanya) terhadap kasus yang dikaji.
3.Membimbing penyelidikan berdikari dan kelompok; Pada tahap ini penerima didik mengumpulkan informasi/melakukan percobaan untuk memperoleh data dalam rangka menjawab atau menuntaskan kasus yang dikaji.
4.Mengembangkan dan menyajikan hasil karya; Peserta didik mengasosiasi data yang ditemukan dari percobaan dengan banyak sekali data lain dari banyak sekali sumber.
5.Analisis dan penilaian proses pemecahan masalah; Setelah penerima didik menerima tanggapan terhadap kasus yang ada, selanjutnya dianalisis dan dievaluasi.
6.Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek. Tahap ini sebagai langkah awal semoga siswa mengamati lebih dalam terhadap pertanyaan yang muncul dari fenomena yang ada.
7.Mendesain perencanaan proyek. Sebagai langkah nyata menjawab pertanyaan yang ada, disusunlah suatu perencanaan proyek bisa melalui percobaan.
8.Menyusun jadwal sebagai langkah nyata dari sebuah proyek. Penjadwalan sangat penting semoga proyek yang dikerjakan sesuai dengan waktu yang tersedia dan sesuai dengan target.
9.Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek. Guru melaksanakan monitoring terhadap pelaksanaan dan perkembangan proyek. Siswa mengevaluasi proyek yang sedang dikerjakan.
10.Menguji hasil. Fakta dan data percobaan atau penelitian dihubungkan dengan banyak sekali data lain dari banyak sekali sumber.
11.Mengevaluasi kegiatan/pengalaman. Tahap ini dilakukan untuk mengevaluasi kegiatan sebagai pola perbaikan untuk kiprah proyek pada mata pelajaran yang sama atau mata pelajaran lain.
B. Model Berbasis Proyek (Project- Based Learning/PjBL)
Model pembelajaran berbasis proyek yaitu model pembelajaran yang sanggup dipakai untuk menerapkan pengetahuan yang sudah dimiliki, melatih banyak sekali keterampilan berpikir, sikap, dan keterampilan konkret.
Sedangkan pada permasalahan kompleks, diharapkan pembelajaran melalui investigasi, kerja sama dan eksperimen dalam membuat suatu proyek, serta mengintegrasikan banyak sekali subjek (materi) dalam pembelajaran. Alur Kegiatan pembelajaran dalam PJBL sebagai berikut.
1.Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek. Tahap ini sebagai langkah awal semoga siswa mengamati lebih dalam terhadap pertanyaan yang muncul dari fenomena yang ada.
2.Mendesain perencanaan proyek. Sebagai langkah nyata menjawab pertanyaan yang ada, disusunlah suatu perencanaan proyek bisa melalui percobaan.
3.Menyusun jadwal sebagai langkah nyata dari sebuah proyek. Penjadwalan sangat penting semoga proyek yang dikerjakan sesuai dengan waktu yang tersedia dan sesuai dengan target.
4.Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek. Guru melaksanakan monitoring terhadap pelaksanaan dan perkembangan proyek. Siswa mengevaluasi proyek yang sedang dikerjakan.
5.Menguji hasil. Fakta dan data percobaan atau penelitian dihubungkan dengan banyak sekali data lain dari banyak sekali sumber.
6.Mengevaluasi kegiatan/pengalaman. Tahap ini dilakukan untuk mengevaluasi kegiatan sebagai acuan perbaikan untuk kiprah proyek pada mata pelajaran yang sama atau mata pelajaran lain.
C. Model Penyingkapan (Discovery Learning)
Model ini memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk menyingkap atau mencari tahu wacana suatu permasalahan atau sesuatu yang bekerjsama ada namun belum mengemuka dan menemukan solusinya menurut hasil pengolahan informasi yang dicari dan dikumpulkannya sendiri, sehingga siswa mempunyai pengetahuan gres yang sanggup digunakannya dalam memecahkan duduk kasus yang relevan dalam kehidupan sehari-hari. Alur kegiatan pembelajarannya sebagai berikut.
1.Memberi stimulus (Stimulation): guru memperlihatkan stimulus berupa kasus untuk diamati dan disimak siswa melalui kegiatan membaca, mengamati situasi atau melihat gambar, dan lain-lain.
2.Mengidentifikasi kasus (Problem Statement): siswa menemukan permasalahan, mencari informasi terkait permasalahan, dan merumuskan masalah.
3.Mengumpulkan data (Data Collecting): siswa mencari dan mengumpulkan data/informasi yang sanggup dipakai untuk menemukan solusi pemecahan kasus yang dihadapi (mencari atau merumuskan banyak sekali alternatif pemecahan masalah, terutama kalau satu alternatif mengalami kegagalan).
4.Mengolah data (Data Processing): siswa mencoba dan mengeksplorasi kemampuan pengetahuan konseptualnya untuk diaplikasikan pada kehidupan nyata (melatih keterampilan berfikir logis dan aplikatif).
5.Memverifikasi (Verification): siswa mengecek kebenaran atau keabsahan hasil pengolahan data melalui banyak sekali kegiatan, atau mencari sumber yang relevan baik dari buku atau media, serta mengasosiasikannya sehingga menjadi suatu kesimpulan.
6.Menyimpulkan (Generalization): siswa digiring untuk menggeneralisasikan hasil berupa kesimpulan pada suatu insiden atau permasalahan yang sedang dikaji.
III. Model Inkuiri Terbimbing
Model penemuan merupakan suatu kegiatan berguru yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan mengusut secara sistemik, kritis, logis, dan analisis sehingga mereka sanggup merumuskan sendiri penemuannya.
Siswa dilatih sanggup mengumpulkan informasi tambahan, membuat hipotesis dan mengujinya. Peran guru selain sebagai pengarah dan pembimbing, juga sanggup menjadi sumber informasi data yang diperlukan. Berikut alur kegiatan pembelajaran dalam memakai model penemuan
1.Mengamati banyak sekali fenomena alam yang akan memperlihatkan pengalaman berguru kepada siswa bagaimana mengamati banyak sekali fakta atau fenomena 2
2.Mengajukan pertanyaan wacana fenomena yang dihadapi untuk melatih siswa mengeksplorasi fenomena melalui banyak sekali sumber 3
3.Mengajukan dugaan atau kemungkinan tanggapan sanggup melatih siswa dalam mengasosiasi atau melaksanakan kebijaksanaan sehat terhadap kemungkinan tanggapan dari pertanyaan yang diajukan
4.Mengumpulkan data yang terakait dengan dugaan atau pertanyaan yang diajukan, sehingga siswa sanggup memprediksi dugaan yang paling sempurna sebagai dasar untuk merumuskan suatu kesimpulan
5.Merumuskan kesimpulan-kesimpulan menurut data yang telah diolah atau dianalisis, sehingga siswa sanggup mempresentasikan atau menyajikan hasil temuannya
A. Inkuiri Terbimbing (Guided inkuiri)
Inkuiri terbimbing dipakai bagi siswa yang belum mempunyai pengalaman berguru dengan metode inkuiri. Guru memperlihatkan bimbingan dan pengarahan yang cukup luas. Bimbingan lebih banyak diberikan pada tahap awal dan bertahap dikurangi sesuai dengan perkembangan pengalaman siswa.
Sebagiaan besar perencanaan dibuat oleh guru dan para siswa tidak merumuskan masalah. Inkuiri terbimbing berorientasi pada acara kelas yang berpusat pada siswa dan memungkinkan siswa berguru memanfaatkan banyak sekali sumber berguru yang tidak hanya menimbulkan guru sebagai sumber belajar.
Siswa secara aktif akan terlibat dalam proses mentalnya melalui kegiatan pengamatan, pengukuran, dan pengumpulan data untuk menarik suatu kesimpulan. Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing siswa secara aktif dalam proses pembelajaran yaitu melalui dari perencanaan, pelaksanaan, hingga proses evaluasi.
B. Inkuiri Bebas (Free Inkuiri)
Siswa melaksanakan sendiri penelitian menyerupai seorang ilmuan pada inkuiri bebas.Siswa harus sanggup mengidentifikasi dan merumuskan kasus banyak sekali topik permasalahan yang hendak diselidiki mada pembelajaran.metode yang dipakai yaitu inkuiri role approach yang melibatkan siswa dalam kelompok tertentu, setiap anggota kelompok mempunyai kiprah sebagai contohnya sebagai koordinator kelompok, pembimbing teknis, pencatatan data dan pengevaluasian proses.
Model inkuiri didefinisikan oleh Piaget (Sund dan Trowbridge, 1973) sebagai pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukaneksperimen sendiri; dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, inginmelakukan sesuatu, ingin memakai simbul-simbul dan mencari tanggapan ataspertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan orang lain.
Kuslan Stone (Dahar,1991) mendefinisikan model inkuiri sebagai pengajaran di mana guru dan anak mempelajari peristiwa-peristiwa dangejala-gejala ilmiah dengan pendekatan dan jiwa para ilmuwan.
Pengajaranberdasarkan inkuiri yaitu suatu taktik yang berpusat pada siswa di manakelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu duduk kasus atau mencarijawaban terhadap pertanyaan pertanyaan di dalam suatu mekanisme dan strukturkelompok yang digariskan secara terang (Hamalik, 1991).
C. Inkuiri Bebas yang Dimodifikasi (Modified Free Inkuiri)
Guru memperlihatkan permasalahan dan kemudian siswa diminta memecahkan permasalahan tersebut melalui pengamatan, eksplorasi, dan mekanisme pada pembelajaran berbasis inkuiri.Untuk itu guru dituntut harus bisa merancang dan melaksanakan proses pembelajaran dengan tepat.
Setiap siswa memerlukan bekal pengetahuan dan kecakapan semoga sanggup hidup di masyarakat dan bekal ini diharapkan diperoleh melalui pengalaman berguru di sekolah.
Oleh alasannya itu pengalaman berguru di sekolah sedapat mungkin memperlihatkan bekal siswa dalam mencapai kecakapan untuk berkarya.Kecakapan ini disebut dengan kecakapan hidup yang cakupannya lebih luas dibanding hanya sekadar keterampilan.
Meador (2010) dan Windschitl (2002) membagi inkuiri menjadi beberapa level inkuiri dari level yang paling rendah hingga level yang paling tinggi menurut penerapannya yang ditunjukkan pada table dibawah ini.
IV. Model Pembelajaran PAKEM
PAKEM merupakan model pembelajaran dan menjadi pedoman dalam bertindak mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan pelaksanaan pembelajaran PAKEM, diharapkan berkambangnya banyak sekali macam penemuan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelejaran yang partisipatif, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Pakem yang merupakan akronim dari pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, merupakan sebuah model pembelajaran kontekstual yang melibatkan paling sedikit empat prinsip utama dalam proses pembelajarannya.
Pertama, proses interaksi (siswa berinteraksi secara aktif dengan guru, rekan siswa, multimedia, referensi, lingkungan dan sebagainya).
Kedua, proses komunikasi (siswa mengkomunikasikan pengalaman berguru mereka dengan guru danrekansiswa lain melalui cerita, obrolan atau melalui simulasi role-play).
Ketiga, proses refleksi, (siswa memikirkan kembali wacana kebermaknaan apa yang mereka telah pelajari, dan apa yang mereka telah lakukan). Keempat, proses eksplorasi (siswa mengalami eksklusif dengan melibatkan semua indera melalui pengamatan, percobaan, penyelidikan dan wawancara).
Prinsip PAKEM
Daryanto (2013) menyatakan sekurang-kurangnya ada empat prinsip PAKEM, yakni.
1. Mengalami, dalam hal ini penerima didik mengalami secara eksklusif dengan memanfaatkan banyak indra. Bentuk konkritnya yaitu penerima didik melaksanakan pengamatan, percobaan, dan wawancara. Makara penerima didik berguru banyak melalui berbuat (learning by doing).
2. Intraksi, dalam hal ini interaksi antara penerima didik itu sendiri maupun dengan guru, baik melalui diskusi/Tanya jawab maupun melalui metode lain (bermain kiprah dan sebagainya) harus selalu ada dan terjaga. Karena dengan interaksi inilah, pembelajaran menjadi lebih hidup dan menarik.
3. Komunikasi, dalam hal ini komunikasi perlu diupayakan. Komunikasi yaitu cara kita memberikan apa yang kita ketahui. Interaksi tidak cukup kalau tidak terjadi komunikasi. Bahkan interaksi menjadi lebih bermakna kalau interaksi itu komunikatif.
4. Refleksi merupakan hal penting lainnya semoga pembelajarannya bermakna. Pembelajaran bermakna yaitu pembelajaran yang memungkinkan terjadinya refleksi dari si penerima didik ketika mereka mempelajari sesuatu. Refleksi maksudnya yaitu memikirkan kembali apa yang diperbuat/dipikirkan.
Dengan refleksi, kita bisa menilai efektif atau tidaknya pembelajaran. jangan-jangan sehabis direfleksi ternyata pembelajaran kita yang menyenangkan, namun tingkat penguasaan subtansi atau materi masih rendah atau belum tercapai sesuai yang kita harapkan. Adapun jenis-jenis Model Pakem adalah:
A. Model Quantum Teaching
Quantum Teaching merupakan proses pembelajaran dengan menyediakan latar belakang dan taktik untuk meningkatkan proses berguru mengajar menjadi menyenangkan. Pembelajaran Quantum Teaching meliputi petunjuk untuk membuat lingkungan berguru yang efektif merancang pengajaran, memberikan isi dan memudahkan proses belajar.
Quantum Teaching merupakan suatu proses pembelajaran dengan menyediakan latar belakang dan taktik untuk meningkatkan proses berguru mengajar dan membuat proses tersebut menjadi lebih menyenangkan.
Cara ini memperlihatkan sebuah gaya mengajar yang memberdayakan siswa untuk berprestasi lebih dari yang dianggap mungkin. Juga membantu guru memperluas keterampilan siswa dan motivasi siswa, sehingga guru akan memperoleh kepuasan yang lebih besar dari pekerjaannya. Langkah-langkah pembelajaran Quantum Teaching yaitu sebagai berikut.
1. Tumbuhkan
Guru membuat pertanyaan wacana kemampuan siswa dengan memanfaatkan pengalaman siswa dan mencari tanggapan, manfaat serta komitmen siswa. Guru membuat taktik dengan melaksanakan aplikasi ataupun kisah wacana pelajaran yang bersangkutan.
2. Alami
Guru memanfaatkan pengetahuan dan keingintahuan siswa menurut pengalaman siswa dan bisa mengasah otak siswa semoga sanggup menuntaskan masalah. Siswa sanggup memahami informasi ataupun kegiatan serta memanfaatkan akomodasi yang ada sesuai dengan kebutuhan siswa.
3. Namai
Pemberian nama (simbol-simbol) ataupun identitas dan mendefinisikan suatu pertanyaan. Guru mengajarkan konsep, keterampilan berpikir, dan taktik berguru dengan memakai gambar, warna, alat bantu, kertas atau alat yang lainnya. Siswa sanggup mengetahui informasi, fakta, rumus, pemikiran, daerah dan sebagainya menurut pengalaman semoga pengetahuan tersebut berarti.
4. Demonstrasikan
Guru memberi peluang untuk menerjemahkan dan menerapkan pengetahuan siswa ke dalam pembelajaran yang lain dan ke dalam kehidupannya. Siswa sanggup memperagakan atau mengaplikasikan tingkat kecakapannya dengan pelajaran.
5. Ulangi
Guru mengulangi hal-hal yang kurang terang bagi siswa. Siswa sanggup dengan gampang memahami dan mengetahui pelajaran tersebut. Guru memperlihatkan kesempatan bagi siswa untuk mengajarkan pengetahuan kepada siswa yang lain.
6. Rayakan
Mengadakan perayaan bagi siswa akan mendorong siswa memperkuat rasa tanggung jawab dan mengamati proses berguru sendiri. Perayaan tersebut akan mengajarkan siswa mengenai motivasi belajar, kesuksesan, langkah menuju kemenangan. Pujian yang didapatkan akan mendorong siswa semoga tetap dalam keadaan bersemangat dalam proses berguru mengajar.
B. Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontektual atau yang lebih dikenak dengan sebutan CTL (contextual teaching and learning) merupakan konsep berguru yang beranggapan bahwa anak akan lebih baik kalau lingkungan diciptakan secara alamiah, artinya berguru akan lebih bermakna kalau anak berguru dan menglaminya sendiri apa yang akan dipelajarinya, bukan sebatas mengetahui.
Pembelajaran tidak hanya sekedar guru memberikan materi pelajaran kepada siswa, tetapi bagaimana siswa memaknai apa yang dipelajarinya.
Center on Education and Work at the University of Wisconsin Madison mengartikan pembelajaran kontekstual, yaitu “Suatu konsepsi berguru mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan pekerjaan serta meminta ketekunan belajar”.
Dalam pelaksanaannya, CTL dipengarui oleh banyak sekali faktor yang tiba baik dari dalam ataupun dari luar, yaitu:
1.Pembelajaran harus memerhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa.
2.Pembelajaran dimulai dari keseluruan menuju bagian-bagian yang lebih khusus.
3.Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: (1) menyusun konsep sementara, (2) melaksanakan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain, dan (3) merevisi dan mengembangkan konsep.
4.Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktikkan secara eksklusif apa-apa yang dipelajari.
5.Adanya refleksi terhadap taktik pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
Berdasarkan faktor-faktor di atas, sanggup disimpukan bahwa cakupan untuk pembelajaran kontekstual ini yaitu pementingan pada hal-hal yang bersifat makna dari materi yang telah diajarkan oleh guru dan perhatian terhadap faktor kebutuhan individu siswa.
Adapun komponen pembelajaran kontekstual, yaitu: (1) konstruktivisme; (2) inkuiri; (3) bertanya; (4) masyarakat belajar; (5) pemodelan; (6) refleksi; (7) penilaian nyata (autentic assessment).
V. Model Pembelajaran Pencaian Ketuntasan
A. Model Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas yaitu model pembelajaran berdasar pandangan filosofis bahwa seluruh siswa sanggup berguru kalau mereka menerima dukungan kondisi yang tepat. Konsep berguru tuntas yaitu proses berguru yang bertujuan semoga materi aliran dikuasai secara tuntas, artinya cara menguasai materi secara penuh. Belajar tuntas ini merupakan taktik pembelajaran yang diindividualisasikan dengan memakai pendekatan kelompok.
Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Tuntas yaitu sebagai berikut.
1. Kegiatan orientasi
Kegiatan ini mengorientasikan setiap siswa terhadap berguru tuntas yang berkenaan terhadap orientasi wacana apa yang akan dipelajari oleh siswa dan cara berguru yang harus dilakukan oleh siswa. Guru menjelaskan keseluruhan materi yang telah dirancang, kemudian melanjutkan dengan pra tes.
2. Kegiatan berguru mengajar
Guru melaksanakan langkah pembelajaran pada kegiatan inti, guru memperlihatkan pengalaman berguru aktif melalui banyak sekali kegiatan, contohnya kegiatan berbasis keilmuan, seperti mengamati/ menanya/mencoba/ mengumpulkaninformasi /menalar/mengomunikasikan atau kegiatan pembelajaran lain sesuai dengan model pembelajaran yang dipakai (kegiatan inti menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi kelas, siswa, dan karakteristik mata pelajaran).
3. Penentuan tingkat penguasaan bahan
Setelah pembelajaran selesai dilaksanakan, kemudian dilakukan tes, dan diperiksa oleh temannya sendiri menurut petunjuk guru. Mereka sendiri yang menentukan tingkat penguasaan materi menurut kriteria penguasaan yang telah ditetapkan sebelumnya.
4. Memberikan atau melaporkan tingkat penguasaan setiap siswa yang bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan dan pengayaan mereka, materi yang sudah dikuasai ditandai dengan M (mastery) dan yang belum dikuasai ditandai dengan NM (non mastery).
5. Pengecekan keefektifan seluruh program
Keefektifan taktik berguru tuntas ditandai dengan hasil yang dicapai siswa, yakni persentase siswa yang bisa mencapai tingkat mastery (standar A). Ada dua cara yang sanggup dilakukan oleh guru dalam menetukan kategori mencapai tingkat mastery, yaitu dengan membandingkan hasil yang dicapai oleh kelas yang memakai taktik berguru tuntas dengan kelas yang memakai taktik lain, dan membuat hipotesis wacana hasil belajar, kemudian dibuktikan berdasar hasil berguru kelas
D. Model Pembelajaran Langsung
Merupakan sebuah model pembelajaran yang bersifat teacher centered (berpusat pada guru). Saat melaksanakan model pembelajaran ini, guru harus mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan yang akan dilatihkan kepada siswa, selangkah demi selangkah.
Guru sebagai sentra perhatian mempunyai kiprah yang sangat dominan. Karena itu, pada direct instruction, guru harus bisa menjadi model yang menarik bagi siswa. Alur kegiatan Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) sebagai berikut.
1.Menyampaikan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan penerima didik
2.Pada fase pertama ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran khusus, memberi informasi wacana latar belakang pembelajaran, memperlihatkan informasi mengapa pembelajaran itu penting, dan mempersiapkan siswa baik secara fisik maupun mental untuk mulai pembelajarannya.
3.Mendemostrasikan pengetahuan atau keterampilan
4.Pada fase kedua ini guru berperan sebagai model dengan mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan secara benar, Ia harus menyajikan informasi secara bertahap selangkah demi selangkah sesuai struktur dan urutan yang benar.
5.Membimbing pelatihan
6.Pada fase ketiga guru harus memperlihatkan bimbingan dan training awal semoga siswa sanggup menguasai pengetahuan dan keterampilan yang sedang diajarkan.
7.Mencek pemahaman dan memperlihatkan balikan (umpan balik)
8.Pada fase keempat ini guru melaksanakan pengecekan apakah siswa sanggup melaksanakan kiprah dengan baik, apakah mereka telah menguasai pengetahuan atau keterampilan, dan selanjutnya memberi umpan balik yang tepat.
9.Memberikan kesempatan untuk training lanjutan dan penerapan
10.Pada fase terakhir (kelima) ini guru kemudian menyediakan kesempatan kepada semua siswa untuk melaksanakan latihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi yang lebih kompleks atau penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Bila guru ingin menerapkan model pembelajaran eksklusif (direct instruction), maka guru harus melaksanakan perencanaan yang hati-hati dan matang. Setiap detil keterampilan yang diajarkan harus diidentifikasi secara seksama dan teliti, begitupun langkah-langkah dan penjadwalan demonstrasi dan pelatihan.Lingkungan belajar,
menuntutpeserta didik yang aktif berguru baik secara fisik maupun mental. Pembelajaran eksklusif tidak akan berhasil kalau hanya guru yang aktif. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan penerima didik, terutama memperhatikan saat-saat demonstrasi
C. Model Pencapaian Konsep (Concept Attainment Model)
Model pencaian konsep menitikberatkan pada pemberian sejumlah konsep terhadap siswa dengan tepat.
Langkah-langkah kegiatan dalam ini sebagai berikut.
1. Penyajian Data dan Identifikasi Konsep, dengan rincian kegiatan berikut.
a.Guru menyajikan contoh yang sudah diberi label.
b.Siswa membandingkan ciri-ciri untuk contoh positif dan contoh negatif
c.Siswa membuat dan mengetes hipotesis
d.Siswa membuat definisi wacana konsep atas dasar ciri-ciri utama atau esensial.
2. Mengetes Pencapaian Konsep, dengan rincian kegiatan berikut.
a.Siswa mengidentifikasi perhiasan contoh yang tidak diberi label dengan menyatakan ya atau tidak.
b.Siswa menegaskan hipotesis, nama konsep, dan menyatakan kembali definisi konsep sesuai dengan ciri-ciri yang utama.
3. Menganalisis Strategi Berpikir, dengan rincian kegiatan berikut.
a.Siswa mengungkapkan pemikirannya
b.Siswa mendiskusikan hipotesis dan ciri-ciri konsep
c.Siswa mendiskusikan tipe dan jumlah hipotesis.
Baca Juga: Mengatur Paket Kegiatan Guru di MGMP
Bahan Bacaan:
Kemdikbud.(2017) .Model-model Pembelajaran . Direktorat SMA: Jakarta
Kemdikbut. (2016). Modul Guru Pembelajar. Dirjen GTK: Jakarta.
Belum ada Komentar untuk "✔ Penemuan Model Pembelajaran Untuk Kurikulum 2013"
Posting Komentar