✔ Literasi Media
Setelah membaca di liputan6(dot)com terpampang potongan judul Mendikbud (Muhadjir Effendi) galakan Literasi Media. Enyong guru menjadi ingin tau dan timbul pertanyaan " Apa yang dimaksud dengan Litersasi Media" hasilnya searching juga hehehe ketemu juga di web rujuka arti dan makna hehehe "wikipedia".
Dari artinya Literasi Media adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media. Kemampuan untuk melaksanakan hal ini ditujukan semoga pemirsa sebagai konsumen media (termasuk anak-anak) menjadi sadar (melek) ihwal cara media dikonstruksi (dibuat) dan diakses.Literasi media muncul dan mulai sering dibicarakan alasannya ialah media seringkali dianggap sumber kebenaran, dan pada sisi lain, tidak banyak yang tahu bahwa media mempunyai kekuasaan secara intelektual di tengah publik dan menjadi medium untuk pihak yang berkepentingan untuk memonopoli makna yang akan dilempar ke publik. Karena pekerja media bebas untuk merekonstruksikan fakta keras dalam konteks untuk kepentingan publik (pro bono publico) dan merupakan serpihan dalam kebebasan pers (freedom of the press) tanggung jawab atas suatu hasil rekonstruksi fakta ialah berada pada tangan jurnalis, yang seharusnya netral dan tidak dipengaruhi oleh emosi dan pendapatnya akan narasumber, dan bukan pada narasumber ( hasil dari wikipedia sob)
Mendikbud menilai untuk dikala - dikala ini perlu di lakukan literasi media.Mendikbud menjelaskan dalam liputan yang dilakukan oleh liputan6(dot)com literasi media itu dimaksudkan semoga siswa bisa paham dan berhati-hati dalam memakai media sosial.Mendikbud juga mengungkapkan bahwa Literasi Media menjadi materi pembahasan di UNESCO. Karena problem media juga dirasakan di seluruh dunia.Menurut mendikbud pada tahun 2018 mendatang, Indonesia akan menjadi serpihan Proyek percontohan Literasi Media.
Budi Rahayu ( Universitas Pendidikan Indonesia ) dalam akun Facebooknya menuliskan ihwal tugas Literasi Media. Literasi media secara singkat sanggup dikatakan sebagai mendapatkan isu dari media secara kritis. Juga mengkritisi sisi lain dari isu tersebut, yang berada di luar teks. Misalnya: siapa yang menunjukkan informasi? Siapa pemilik medianya? Siapa yang membiayainya? Apa sih tujuannya membuatkan isu tersebut? Untuk kepentingan siapa isu tersebut disebarkan? Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan dengan tersebarnya isu tersebut? Dan seterusnya. Sebab mesti kita sadari, kebanyakan media yang ada cukup umur ini dibangun berdasarkan kepada dua kepentingan besar: kepentingan politis atau kepentingan ekonomi; bahkan mungkin kedua-duanya: kepentingan politis dan ekonomi.
Dewasa ini terjadi banjir isu yang setiap dikala memasuki kehidupan langsung kita, alasannya ialah kemudahannya untuk diakses. Bahkan adakalanya isu tiba tanpa diundang, baik ke rumah melalui layar beling atau ketika sendirian melalui SMS dan BBM. Literasi media merupakan salah satu alat untuk menyaring isu tersebut, sekaligus mengonversikannya menjadi pengetahuan yang berguna. Kaitannya dengan pendidikan, literasi media menjadi hal yang teramat penting.
Banyak hebat pendidikan di negara kita menilai, literasi media semestinya diperkenalkan kepada belum dewasa semenjak usia dini. Apalagi di negara kita, tak sedikit belum dewasa yang lebih banyak menghabiskan waktu luangnya di depan televisi daripada di luar ruangan. Mereka anteng menonton televisi tanpa didampingi orang tuanya. Padahal tak sedikit pula tayangan yang ditontonnya itu tidak sesuai dengan tingkat usianya, yang notabene tidak sesuai pula dengan perkembangan otak dan kejiwaannya. Itu saja sudah cukup membahayakan bagi perkembangan otak dan kejiawaannya. Apalagi kalau tayangan yang ditontonnya diwarnai dengan eksploitasi naluri primitif manusia, ibarat kekerasan, kasar, dan berbau pornografi. Anak-anak seusia siswa PAUD, misalnya, masih suka menjiplak apa yang dilihatnya. Jika pun tidak menirunya dikala itu, tetapi apa yang dilihatnya akan terekam dalam memori otaknya. Di sinilah tugas guru menjadi penting. Harus diakui, belum dewasa kita masih sangat berdasarkan kepada gurunya. Apa yang dikatakan oleh Ibu dan Bapa Gurunya di kelas, diyakininya sebagai kebenaran, walaupun ditentang oleh orangtuanya di rumah, misalnya. “Da saur Ibu Guru gé kitu (kata Ibu Guru juga begitu),” katanya. Dan ia akan melaksanakan apa yang dikatakan oleh gurunya.
Di negara-negara maju, media literasi sudah dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Inggris sanggup dianggap sebagai pionir dalam hal ini. Usaha mereka untuk menanggulangi dampak negatif media, membuahkan sebuah cabang pengetahuan yang kini disebut literasi media.
Bahkan lebih jauh dari itu, perkembangan literasi media di Inggris, tidak sebatas kampanye, yang hasilnya “bagaikan air di daun keladi”.
Sejak tahun 1990, DPR negara David Beckham tersebut telah mengukuhkan masuknya literasi media ke dalam kurikulum resmi pendidikan. Artinya, seluruh jajaran sekolah di Inggris wajib menyelenggarakan pendidikan literasi media. Masyarakat Inggris dituntut secara merata untuk mempunyai kemampuan mengolah rentetan informasi.
Badan regulasi khusus yang diberi wewenang untuk menyelenggarakan kurikulum ini ialah Ofcom (Office of Communications). Tak usang sesudah pendiriannya di tahun 2004, Ofcom pun menerbitkan ketentuan mengenai draf penyelenggaraan literasi media. Langkah yang kemudian diikuti oleh negara-negara maju lainnya ibarat Amerika Serikat. PBB sendiri, melalui UNESCO telah menerbitkan kurikulum Media and Information Literacy (MIL). Kurikulum yang gres saja diterbitkan tersebut berupa buku berjudul Media and Information Literacy Curriculum for Teachers.
Kita memang ketinggalan dalam hal menanggulangi dampak media terhadap anak-anak. Sementara penyelenggara pendidikan kita masih berkutat dengan kurikulum yang berbasis kepanikan. Panik alasannya ialah maraknya tawuran dan sikap lajak lainnya, cepat-cepat memasukkan pendidikan karakter, yang sejatinya lebih mementingkan keteladanan daripada sekadar petatah-petitih. Dan kini berusaha keras untuk menggolkan Kurikulum 2013. Kita tidak tahu, kepanikan apa yang melatarbelakanginya.
Pendidikan literasi media terasa menjadi lebih penting bagi kita, alasannya ialah sebagai penduduk negara berkembang arus teknologi media dan isu akan lebih keras menerpa. Antara lain dengan dalih untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju. Hal yang memang sepertinya sulit dihindari. Namun dampak buruknya akan dahsyat pula, kalau tidak diantisipasi secara bersamaan. Paling tidak untuk menghindari dampak yang lebih jelek lagi. Sekarang saja sudah mulai terasa, sikap konsumtif meningkat, antara lain alasannya ialah gencarnya tayangan iklan di layar kaca.
Menjadi lebih pragmatis dalam menjalani kehidupan, dengan memosisikan uang di atas segalanya. Itu juga alasannya ialah melihat pola tayangan selebritas dan kemewahan, baik artis maupun politisi, di layar kaca.
Beberapa kasus kekerasan dan kejahatan seksual pada anak-anak, diduga para hebat alasannya ialah imbas jelek tayangan televisi, yang kemudian dikategorikan sebagai tayangan yang tidak mendidik.
Bagi orang bau tanah memang menjadi serba salah. Menjauhkan anak dari teknologi media dan informasi, bisa berakibat “gaptek”. Kurang baik juga bagi perkembangannya di masa datang, terutama dalam menghadapi persaingan di kurun isu yang semakin mengglobal ini. Dibiarkan mengikuti arus perkembangan, dampak buruknya itu yang menakutkan. Maka, literasi media ialah salah satu jawabannya. Pada prinsipnya dengan literasi media mengajarkan anak untuk menentukan dan menyikapi tontonan yang ditayangkan televisi dengan cerdas dan bijaksana.
Berharap stasiun televisi lebih banyak menayangkan tontonan yang dikategorikan “mendidik” merupakan hal yang sulit. Pasalnya, bagi mereka yang lebih penting ialah “rating”. Sepanjang “rating”-nya dianggap tinggi, maka tayangan yang dianggap “tidak mendidik” itu, akan terus ditayangkan. Termasuk tayangan yang mengeksploitasi naluri primitif insan ibarat kekerasan dan seksualitas. Cara yang ampuh ialah mengajak masyarakat untuk tidak menonton tayangan yang dianggap “tidak mendidik” tersebut. Jika tidak banyak yang menonton, ratingnya akan turun, dan tayangan semacam itu akan berhenti dengan sendirinya. Artinya di sini, masyarakat sendiri yang menentukan.
Mantap Ulasanya bang budi semoga masyarakat secara luas tau akan Informasi ini.
( sumber dari Akun Facebook Budi Rahayu Tamsyah - UPI )
Sumber Lain - Liputan 6(dot)com, Wikipedia(dot)org
Belum ada Komentar untuk "✔ Literasi Media"
Posting Komentar