✔ Kebijakan Zonasi Dan Rotasi Guru Untuk Pemerataan Pendidikan Yang Berkualitas


Kebijakan zonasi yang diterapkan semenjak tahun 2016 menjadi pendekatan gres yang dipilih pemerintah untuk mewujudkan pemerataan saluran pada layanan dan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia.

Kebijakan zonasi tidak hanya dipakai untuk Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) saja, namun juga untuk membenahi aneka macam standar nasional pendidikan. Mulai dari kurikulum, sebaran guru, sebaran akseptor didik, lalu kualitas sarana-prasarana. Semuanya nanti akan ditangani berbasis zonasi.

Jika menyelidiki majalah Tempo bertarikh 22-28 Juli 2019 terdapat wawancara dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy. Berikut petikan wawancara dari majalah tersebut diwartakan sebagai pengayaan informasi wacana kebijakan zonasi.

Apakah tujuan kebijakan ini sudah tercapai?
Tujuan utama kebijakan ini ialah menjadi landasan kami dalam melaksanakan pemerataan pendidikan yang berkualitas. Belum seratus persen, tapi sudah mengarah ke sana. Makara PPDB jalur zonasi ialah langkah pertama untuk pemerataan yang berkualitas. Selanjutnya kami segera memulai redistribusi guru dan pemerataan sarana-prasarana secara bertahap. Ini semua untuk mengatasi informasi yang cukup krusial dan sudah usang berlangsung, yakni “kastanisasi” sekolah negeri. Itu bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan sosial.

Kapan redistribusi guru dimulai?
Tahun ini. Kami sudah merancangnya. Setelah PPDB selesai, kami segera bergerak untuk itu.

Berapa banyak?
Kami akan melihat tingkat disparitas di setiap zona. Mungkin sepertiga dari jumlah guru harus dirotasi, mungkin juga hanya seperempat.

Apa saja pertimbangan untuk merotasi guru?
Pertama, kualitas guru. Kedua, status guru, pegawai negeri sipil atau honorer. Makara dihentikan ada lagi sekolah yang isinya guru honorer semua.

Ada anggapan bahwa sekolah menjadi favorit bukan alasannya ialah kinerja gurunya, melainkan berkat kualitas murid-muridnya yang memang tinggi…
Itulah masalahnya. Kami menjadi kesulitan mengetahui apakah prestasi yang dicapai suatu sekolah itu alasannya ialah kinerja gurunya atau input-nya memang sudah bagus. Ada guru sekolah favorit mengaku, ditinggal tidur pun anak-anaknya sudah pintar, ha-ha-ha….

Pandangan menyerupai itu sanggup berubah lewat sistem zonasi?
Saya pernah berkunjung ke sebuah sekolah favorit di Riau. Dulu nilai ujian nasional paling rendah yang diterima di sekolah itu 9,3. Sekarang, dengan PPDB jalur zonasi, nilai paling rendah yang diterima 3,6, ha-ha-ha….Maka gurunya bilang,”Wah, kini kami harus kerja keras, Pak.” Memang seharusnya menyerupai itu. Tapi, berdasarkan saya, rata-rata guru memahami kebijakan ini. Bahkan beberapa guru justru merasa tertantang dan ingin menunjukan sekolahnya berprestasi berkat kinerja mereka.

Artinya dikala ini sudah tidak ada lagi sekolah dengan status favorit?
Ya, bekerjsama tidak ada lagi sekolah favorit dilihat dari input-nya. Tidak ada lagi sekolah yang isinya anak arif semua. Nah, tinggal gurunya yang mesti dirotasi. Itu dilakukan negara-negara penganut sistem ini, menyerupai Jepang. Di sana rotasi guru maksimal empat tahun.

Di Indonesia bagaimana?
Tidak terbatas. Ada yang semenjak bekerja hingga meninggal tidak dirotasi. Itu memang tidak ada aturannya. Karena itu, kini kami atur.

Seperti apa mekanismenya?
Rotasi dalam satu zona semoga tidak terjadi reaksi keras. Kalau di dalam zona kan masih di sekitar kawasan tinggalnya. Paling jauh mungkin sekitar 2 kilometer. Makara masih terakses.

Sumber : https://gtk.kemdikbud.go.id

Belum ada Komentar untuk "✔ Kebijakan Zonasi Dan Rotasi Guru Untuk Pemerataan Pendidikan Yang Berkualitas"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel