✔ Kemdikbud Meminta Penjelasan Pemkab Simalungun Dan Bpk Soal Ribuan Guru Tak S1 Diberhentikan By System


Penghentian 1.695 guru bukan sarjana dari jabatan fungsional di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara memunculkan persoalan kompleks alasannya ialah terdapat guru-guru yang sudah bergelar S1 atau pun D4 tetapi tidak diakui ijazahnya alasannya ialah dari perguruan tinggi tinggi tak terakreditasi atau pun studinya ditempuh tanpa izin pemerintah daerah. Ada paradoks antara kebutuhan guru profesional dengan perlakuan pemerintah kepada guru.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengharapkan semua pihak terkait sanggup duduk bersama untuk mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut. Saat ini, pemerintah sentra masih melaksanakan penjelasan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Pemerintah Kabupaten Simalungun.

Badan Pemeriksa Keuangan memperlihatkan opini tidak menyatakan pendapat (TMP/disclaimer of opinion) selama dua tahun untuk laporan keuangan Pemkab Simalungun. Bupati Saragih Jopinus Rmli Saragih menyatakan, opini BPK tersebut alasannya ialah pembayaran sumbangan sertifikasi kepada guru yang bukan sarjana. (Kompas cetak, 25/7/2019)

“Kami tengah mendalami temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan kaitannya dengan alasan Pemkab Simalungun menghentikan para guru tersebut. Kemdikbud juga sedang mengklarifikasi kalau ada perlakuan tidak adil kepada para guru yang ternyata mempunyai ijazah S1 atau pun D4,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di Jakarta, Kamis (25/7/2019).

Menurut Muhadjir, warta yang diterima pihak Kemdikbud sejauh ini ialah ada ijazah S1 guru yang tidak diakui oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN). Kemdikbud masih meminta penjelasan alasannya. Muhadjir menyampaikan ada beberapa kemungkinan penolakan terjadi, salah satu dugaan ialah alasannya ialah perguruan tinggi tinggi tempat guru berkuliah tidak diakui.

Hal ini dijelaskan oleh Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud Supriano. Berdasarkan data yang ia terima dari Bupati Simalungun JR Saragih, terdapat 350 guru yang mempunyai ijazah S1 atau pun D4, tetapi perguruan tinggi tingginya tidak mempunyai akreditasi, sanggup juga tidak tercatat di data Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Akibatnya, BKN mewaspadai keabsahan ijazah tersebut. “Guru-guru ini disalurkan ke unit lain di sekolah,” tutur Supriano.

Selain itu, terdapat 250 guru yang umurnya belum mencapai 58 tahun dan tengah menjalani perkuliahan. Mereka diberi pelengkap waktu untuk menuntaskan perkuliahan dan lulus dengan gelar sarjana S1 atau D4. Adapun bagi 350 guru yang umurnya di atas 58 tahun dan tidak mempunyai ijazah sarjana diputuskan untuk dipensiunkan.

Memotivasi guru
Pada kesempatan yang berbeda, Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) Irham Dilmy menjelaskan, hukum bahwa guru harus mempunyai ijazah minimal S1 atau D4 tercantum pada Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 wacana Guru dan Dosen. Apabila sampai 10 tahun sesudah UU tersebut disahkan, yaitu tahun 2015, masih ada guru yang tidak berijazah sarjana, maka akan dihentikan.

“Patut ditanyakan mengenai perjuangan yang dilakukan pemerintah tempat selama sepuluh tahun ini. Adakah mereka memotivasi guru untuk kuliah? Apakah pemda memberi fasilitas akses? Bagaimanapun juga, guru ialah pegawai pemda,” ujarnya.

Dalam proses pembuatan hukum sertifikasi guru terdapat dua rujukan, yaitu Permendikbud 62/2013 wacana Sertifikasi Guru Dalam Jabatan yang mewajibkan semua guru berijazah sarjana mengambil sertifikasi untuk menandakan bahwa mereka memang sesuai dengan standar profesi.

Ada pula Permendikbud 37/2017, juga mengenai Sertifikasi Guru Dalam Jabatan, yang mengimbau supaya guru-guru menyelaraskan sertifikasi profesi dengan mata pelajaran yang diampu. Misalnya, kalau guru tersebut bahwasanya ialah sarjana Bahasa Indonesia tetapi selama bertahun-tahun mengampu mata pelajaran Sejarah, melalui hukum ini, si guru diminta melaksanakan sertifikasi ulang supaya resmi tercatat sebagai guru Sejarah.

“Untuk ASN kuliah juga tidak sanggup sembarangan, hanya sanggup di perguruan tinggi tinggi, baik negeri dan swasta yang terakreditasi. Jika status perguruan tinggi tingginya belum terakreditasi, ijazah tidak diakui oleh BKN,” kata Irham.


Guru berstatus ASN juga tidak boleh kuliah tanpa memberi tahu dinas pendidikan. Guru harus mempunyai surat kiprah berguru dari pemda yang mencantumkan rincian nama perguruan tinggi tinggi dan jadwal studi yang diambil. Terlepas guru tersebut cuti mengajar, kuliah sambil bekerja, didanai dengan beasiswa pemerintah, maupun kuliah atas inisiatif pribadi.

“Jika ASN kuliah tanpa memberi tahu pemerintah dan tidak ada surat kiprah belajar, ijazahnya tidak sanggup digunakan untuk kenaikan pangkat,” paparnya.

Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Unifah Rosyidi mengatakan, pemda seyogyanya melaksanakan pendataan tahunan mengenai jumlah guru yang sudah sarjana dan belum sarjana. Data itu digunakan untuk memotivasi guru-guru supaya segera kuliah. Tentu dengan memberi fasilitas menerima izin belajar.

Dia menilai keputusan Pemkab Simalungun berlandaskan pemikiran yang sempit. Mereka menomorsatukan manajemen dibandingkan dengan substansi bahwa guru-guru tersebut sudah kuliah atas inisiatif sendiri, walaupun tanpa izin pemda.

“Ini paradoks pendidikan. Di ketika masyarakat kekurangan guru, guru yang ada malah diberhentikan. Akhirnya murid-murid yang jadi korban,” ungkapnya ketika dihubungi di Bangkok, Thailand, Kamis.

Unifah meminta supaya pemerintah melihat bahwa guru-guru melanjutkan kuliah atas inisiatif dan biaya eksklusif sebagai tanda mereka memang berniat meningkatkan kompetensi. Semestinya, hal ini sanggup menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan.

Sumber : https://bebas.kompas.id/baca/utama/2019/07/26/kemdikbud-klarifikasi-pemkab-simalungun-dan-bpk/

Belum ada Komentar untuk "✔ Kemdikbud Meminta Penjelasan Pemkab Simalungun Dan Bpk Soal Ribuan Guru Tak S1 Diberhentikan By System"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel