✔ Seratus Hari Pertama, Mendikbud: Kita Potong Rantai Yang Menghambat Penemuan Pendidikan


Hadir di dalam kegiatan Indonesia Data and Economic Conference (IDE) 2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim, menjelaskan dua paket kebijakan di bidang pendidikan yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Kebijakan pertama dikenal dengan Merdeka Belajar. Sedangkan kebijakan yang gres saja diluncurkan beberapa waktu kemudian dikenal dengan Kampus Merdeka.

Kebijakan pertama yaitu berupa pembenahan terhadap sistem pendidikan dasar dan menengah, salah satunya ialah menghapus sistem Ujian Nasional (UN) dan menggantinya dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter. Selanjutnya, pada kebijakan kedua menunjukkan aneka macam keleluasaan pada akademi tinggi tanpa harus berkoordinasi dengan begitu banyak instansi atau kementerian lainnya.

“Jadi seratus hari ini, semua kita analisis mana yang sanggup dilakukan sekarang, untuk mulai memotong rantai-rantai sekat-sekat regulasi yang menghalangi proses penemuan di dalam unit pendidikan kita. Lebih lanjut lagi masuk ke peningkatan kualitas guru, kurikulum dan lain-lain, itu masih butuh waktu lebih usang untuk mematangkan konsep merdeka berguru ini,” demikian disampaikan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim di hadapan penerima IDE 2020 di Grand Ballroom Hotel Kempinski, Jakarta pada Kamis (30/1/2020).

Strategi “Merdeka Belajar” merupakan seni administrasi untuk memerdekakan aneka macam hal dalam penyelenggaraan pendidikan menyerupai regulasi yang membebani guru-guru untuk sanggup melaksanakan kiprah utama mereka yaitu melaksanakan pembelajaran. Demikian juga dengan Ujian Nasional (UN) yang sifatnya per subjek dan begitu banyak materi sehingga terpaksa melalui metode hafalan.

“Itu bukan salahnya guru melainkan salah kontennya yang begitu banyak. Kaprikornus di sana kita lepas biar kini kita fokus ke asesmen kompetensi sehingga tidak ada materi yang harus dihafal melainkan daya analisis,” terang Mendikbud.

Ada empat kebijakan Kampus Merdeka yang disebut Mendikbud memberi fasilitas dan keleluasaan kampus. Pertama, kebebasan untuk membuka kegiatan studi (prodi) gres dan membebaskan kemitraan kampus dengan pihak ketiga yang masuk kategori kelas dunia. Kedua, fasilitas proses reakreditasi yang selama ini begitu rumit dan mengambil waktu para dosen dan rektor sehingga tidak fokus kepada mahasiswanya. Ketiga, fasilitas bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) untuk “naik kelas” menjadi Perguruan Tinggi Negeri-Badan Hukum (PTN-BH) sehingga mempunyai keleluasaan untuk melaksanakan kerja sama.

"Yang terakhir yang favorit saya dari kampus merdeka ialah upaya pembebasan SKS mahasiswa, di mana tiga dari delapan semester diambil di luar kegiatan studi," katanya.

Upaya pembebasan SKS mahasiswa sebanyak tiga semester dari total delapan semester kegiatan S1 sanggup diambil di luar prodi maupun di luar kampus, baik melalui magang, riset, dedikasi kepada masyarakat, dan lain-lain. Hal ini merupakan hak setiap mahasiswa.

Dijelaskan Mendikbud, kampus dimerdekakan untuk didorong melaksanakan aneka macam kegiatan atau kemitraan yang sesuai dengan realitas di dunia nyata, baik dengan organisasi nirlaba maupun dunia industri atau perusahaan teknologi industri dan sebagainya, bahkan juga dengan universitas kelas dunia. "Dari 'pernikahan massal' ini, baik dosen, prodi maupun mahasiswanya akan tercipta suatu link and match," ujar Nadiem.

“Link and match yang dimaksud itu ialah bahwa apa yang dipelajari dalam masa empat tahun di S-1 tersebut relevan atau nyambung dengan dunia nyata. Bahwa setiap berguru sesuatu beliau mengerti hubungannya apa dengan dunia nyata, bukan sekadar teori melainkan teori yang dikontekstualkan dalam dunia nyata, kompetensi soft skill yang riil buat beliau yang tidak sanggup dilatih di lingkungan kampus,” tambah Mendikbud.

Mendikbud berharap biar kebijakan “Merdeka Belajar” akan semakin banyak mengundang partisipasi masyarakat untuk bergabung dalam proses pendidikan. Karena jikalau hanya pemerintah yang maju maka kebijakan ini akan gagal. Oleh sebab itu, harus ada perubahan contoh pikir. Sebab yang sanggup melaksanakan pendidikan secara tepat, holistik, dan inklusif, dan relevan hanya kombinasi antara pendidikan dan masyarakat.

Mengenai adanya resistensi di masyarakat mengenai kebijakan gres ini, Mendikbud menyampaikan bahwa hal tersebut masuk akal sebab jikalau ingin melaksanakan perubahan maka harus dilakukan secara drastis.

“Saya harap semua orang mengerti bahwa di Indonesia tidak ada satupun bidang pemerintahan yang tidak harus ada lompatan. Semuanya butuh lompatan. Memang negara kita begitu besar dan kita harus mengejar. Kalau tidak ada yang resisten artinya perubahan besar tersebut tidak cukup berdampak. Kaprikornus saya melihat resistensi positif itu jadi tantangan buat kita,” pungkas Mendikbud.

Sumber : https://www.kemdikbud.go.id

Belum ada Komentar untuk "✔ Seratus Hari Pertama, Mendikbud: Kita Potong Rantai Yang Menghambat Penemuan Pendidikan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel