✔ Bongkar Pasang Kurikulum


Tidak sanggup dibantah selama ini ada kesan bahwa ganti menteri ganti kurikulum, akan menjadi kenyataan. Presiden Jokowi menegaskan semoga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) membongkar kurikulum secara besar-besaran. Presiden beralasan bahwa dunia ketika ini sedang mengalami perubahan yang sangat cepat sehingga kurikulum yang berlaku ketika ini harus di-update dan di-upgrade sesuai dengan perkembangan zaman.

Penempatan Nadiem sebagai Mendikbud yang baru, dianggap orang yang sempurna untuk menjalankan amanat perombakan kurikulum. Nadiem dinilai sebagai nakhoda gres yang sanggup melaksanakan percepatan perubahan dalam dunia pendidikan untuk masa depan.

Sepak terjang Nadiem dalam berbagi teknologi berbasis sistem aplikasi diharapkan sanggup diimplementasikan ke dalam dunia pendidikan, termasuk perubahan kurikulum. Akan tetapi, persoalannya ketika berbicara wacana kurikulum, apakah hanya problem teknologi semata? Tentu saja tidak. Mendiskursuskan perombakan kurikulum bukanlah suatu yang gampang menyerupai membalik telapak tangan dengan hanya gonta-ganti label mata pelajaran.

Kurikulum mempunyai banyak aspek dan perlu dikaji secara detail. Kurikulum meliputi dimensi yang begitu luas, mulai kurikulum formal, yakni kurikulum sebagai dokumen resmi yang tertulis hingga hidden kurikulum, yaitu kurikulum yang tidak tertulis, tetapi hidup di tengah masyarakat. Kurikulum tidak hanya berkaitan dengan aspek pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga berkaitan dengan aspek sikap, perilaku, dan aksara yang harus dibangun.

Begitu pun halnya apakah merombak kurikulum dalam artian mengubah sebagian atau beberapa aspek dari kurikulum? Ataukah membuat kurikulum gres pada semua jenjang pendidikan, mulai pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga pada pendidikan tinggi?

Persoalan lainnya, yaitu hal apa yang akan dirombak? Apakah label mata pelajaran atau mata kuliah? Apakah labelnya tetap, tetapi materi atau substansi pelajarannya berubah? Ataukah label berubah dan substansinya pun baru? Inilah sekelumit problem yang harus dijawab Nadiem sebagai Mendikbud.

Perlu dipahami bahwa kurikulum hanyalah dokumen dan benda mati. Sebaik apa pun kurikulum, tidak akan terlalu signifikan berdampak terhadap kualitas pendidikan manakala yang menjalankan kurikulum, yaitu guru, tidak ditingkatkan kualitasnya. Itu alasannya guru tidak hanya pelaksana kurikulum, tetapi guru juga sebagai pengembang kurikulum di kelasnya. Selain itu, perlu diperhatikan bahwa perombakan kurikulum hanya menyentuh satu standar (standar isi) dari delapan standar nasional pendidikan.

Dengan kata lain, pembenahan kurikulum harus seiring dengan pembenahan pada tujuh standar nasional pendidikan lainnya, yakni standar kompetensi lulusan, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana. Lalu, standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan, dan standar penilaian pendidikan.

Harus memperkuat
Kurikulum boleh saja berubah, tapi perlu penilaian atas implementasi kurikulum sebelumnya. Bisa jadi banyak hal baik dari kurikulum sebelumnya yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan menjadi lebih baik. Jika demikian halnya, substansi atau labeling mata pelajaran tertentu yang dianggap baik itu tidak perlu diganti atau dibongkar. Hanya mata pelajaran tertentu yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman perlu direvitalisasi bahkan dirombak.

Perubahan kurikulum selain merespons hasil penilaian terhadap implementasi kurikulum sebelumnya, juga perlu memperhatikan apa yang diamanatkan banyak sekali regulasi yang berkaitan dengan kurikulum, menyerupai UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, UU Pendidikan Tinggi, serta Peraturan Pemerintah yang menjadi pembagian terstruktur mengenai dari banyak sekali undang-undang tersebut.

Perombakan kurikulum harus memperkuat tujuan pendidikan nasional sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional. Intinya, tujuan pendidikan nasional sebagaimana amanat undang-undang ini yakni berbagi potensi penerima didik semoga menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, juga bertanggung jawab.

Bahkan, Mendikbud juga harus memperjelas arah perubahan kurikulum tersebut. Apakah pendidikan nasional hanya akan dibawa pada pragmatisme dunia kerja semata? Jika itu yang dilakukan, pendidikan telah tereduksi menjadi training semata. Padahal, pendidikan dihentikan sekadar dipahami sebagai proses training semata. Itu alasannya pendidikan pada hakikatnya proses memanusiakan insan untuk hidup dan menjelma insan yang beriman, berbudi pekerti, cerdas, dan terampil.

Disinilah pendidikan bertautan dengan problem nilai, moral, dan karakter. Dengan kata lain, pendidikan menempa seseorang bukan sekadar terampil dalam bidang tertentu dengan mengoptimalkan seluruh potensi kognisi, afeksi, dan psikomotorik, melainkan juga pendidikan terkait dengan problem ESQ (emotional spiritual quotient) seseorang.

Kemudian, kurikulum pun terkait dengan problem link and match. Apakah kurikulum hanya diarahkan semoga penerima didik menjadi kaum pekerja atau justru sebaliknya membuat entrepreneur-entrepreneur baru. Perombakan kurikulum pun mesti memperhatikan muatan lokal maupun kearifan lokal sebagai wujud keberagaman potensi bangsa kita.

Itulah banyak sekali problem yang mesti dijawab dan diperhatikan Mendikbud apabila ingin melaksanakan perombakan kurikulum. Perubahan kurikulum merupakan suatu keniscayaan, tapi diharapkan kehati-hatian dan kecermatan dalam melaksanakan perubahannya. Itu alasannya kurikulum mempunyai tugas sentral dalam 'mencetak' generasi gres sekaligus sebagai trigger bagi peningkatan kualitas pendidikan.
( https://mediaindonesia.com)
Cecep Darmawan Guru Besar dan Kepala Pusat Kebijakan Publik LPPM Universitas Pendidikan Indonesia

Belum ada Komentar untuk "✔ Bongkar Pasang Kurikulum"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel